Salin Artikel

Transaksi Rp 300 Miliar Eks Penyidik KPK dan Riwayat Stepanus Robin yang Dibui

Stepanus dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Sukamiskin, Bandung pada 4 Februari 2022 setelah divonis 11 tahun penjara.

Ia dinyatakan terbukti menerima suap dari berbagai pihak yang berperkara, termasuk kader Golkar sekaligus Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin.

Transaksi Rp 300 miliar Tri Suhartanto pertama kali diungkap ke publik oleh mantan penyidik senior, Novel Baswedan.

Dalam video berdurasi sekitar 20 menit di channel YouTube-nya, Novel menyebut transaksi itu tidak wajar karena dilakukan oleh pegawai setingkat penyidik.

Temuan transaksi itu mengacu pada laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Menurut Novel, seorang penyidik menyadari transaksi Rp 300 miliar membuka risiko ditangkap. Namun, ia menjadi berani jika dilindungi pejabat struktural.

“Tapi kalau dia yakin dilindungi, atau dia menjalankan peran dari orang yang lebih besar pasti mungkin akan percaya diri. Ya ini lah kurang lebih kalau kita pakai nalar saja,” tutur Novel dalam channel YouTube Novel Baswedan yang tayang Minggu (2/7/2023).

Namun, kata Novel, transaksi jumbo itu tidak ditindak lebih lanjut karena Tri mengundurkan diri dan kembali ke instansinya, Polri.

“Padahal sudah diperiksa Dewas (Dewan Pengawas), tapi kemudian mengundurkan diri dan lewat (kasusnya),” ujar Novel.

Menanggapi Novel, Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri membantah Tri kembali ke Polri karena menghadapi persoalan di KPK.

Menurut dia, masa penugasan Tri sudah habis. Ia disebut baru bergabung dengan KPK pada akhir 2018 dan berakhir pada Februari 2023.

Tidak hanya itu, Tri bahkan mendapatkan promosi jabatan dan dilantik menjadi Kapolres Kotabaru, Kalimantan Selatan pada April lalu.

“Yang bersangkutan kembali ke Polri karena memang telah berakhir masa tugasnya, jadi bukan karena persoalan lain di KPK,” ujar Ali.

Sementara itu, Tri mengatakan, transaksi Rp 300 miliar itu tidak terkait dengan kerja-kerjanya di KPK.

Ia mengeklaim, transaksi itu merupakan uang yang berputar di rekeningnya sejak 2004 sampai 2018 dan bersumber dari bisnis pribadi.

“Untuk rekening tersebut sudah ditutup,” kata Tri.

Perwira polisi menengah itu juga mengaku telah menjalani pemeriksaan oleh Inspektorat KPK dan telah memberikan keterangannya.

Saat kembali ke Polri, ia juga dimintai keterangan oleh pihak internal Polri.

“Jadi memang keterangan dari pihak KPK itu memang benar apa adanya pada saat saya diperiksa,” kata Tri.

Sejauh ini, belum ada pihak yang mengumumkan transaksi itu terkait atau tidak terkait tindak pidana.

Mengikuti pengakuan Tri Suhartanto, lembaga antirasuah juga menyebut uang itu bersumber dari bisnis.

Menimpali jawaban itu, Novel meminta KPK bersikap jujur dan mengingatkan dasar pemberantasan korupsi.

Menurut dia, bukan tanpa alasan PPATK sampai menerbitkan hasil analisis. Ia memandang, lembaga itu sudah menemukan data yang meyakinkan.

“Kalau hanya untuk menutupi kasus itu mudah. Itu data PPATK yang pastinya sudah diperiksa dan dianalisis oleh PPATK,” tutur dia.

Adapun PPATK irit bicara saat dimintai penjelasan mengenai transaksi itu. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana hanya mengatakan hasil analisis itu telah diserahkan ke penyidik Polri.

“Bisa konfirmasikan ke penyidik Polri ya,” ujar Ivan.

Riwayat Stepanus dan upaya jerat Lili

Riwayat Stepanus Robin Pattuju membuka skandal kejahatan korupsi yang bisa dilakukan oleh penyidik di lembaga antikorupsi.

Dari sisi etik, Robin dinyatakan terbukti melakukan tiga pelanggaran, yakni berhubungan dengan pihak-pihak yang sedang ditangani oleh KPK.

Sebagian dari mereka adalah mantan Wali Kota Tanjung Balai, Syahrial hingga mantan Wali Kota Cimahi, Ajay M Priatna.

Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK Tumpak Hatorangan Panggabean juga menyebut Robin menyalahgunakan wewenangnya.

“Menerima sesuatu dari pihak-pihak yang dihubungi tersebut,” ungkap Tumpak dalam konferensi pers, Senin (31/5/2021).

Selain itu, Stepanus menunjukkan identitasnya sebagai penyidik KPK kepada pihak yang tidak berkepentingan.

Dewas kemudian menyatakan memberhantikan Stepanus dengan tidak hormat.

“Diputus melakukan perbuatan dengan ancaman sanksi berat yakni, pemberhentian dengan tidak hormat sebagai pegawai KPK,” ujar Tumpak.

Sementara itu, dalam kasus pidananya, Robin disebut menerima suap dari berbagai pihak agar perkara mereka di KPK tidak dilanjutkan.

Dari M Syahrial, ia disebut menerima Rp 1,695 miliar,  Rp 3.099.887.000 dan 36.000 dollar AS dari Azis Syamsuddin dan koleganya bernama Aliza Gunado.

Selanjutnya, Rp 507,39 juta dari Ajay M Priatna, Rp 525 juta dari Direktur PT Tenjo Jaya Usman Effendi, dan Rp 5.197.800.000 dari mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.

Dalam aksinya, Robin dibantu seorang pengacara bernama Maskur Husain.

Adapun Maskur dihukum 9 tahun penjara, denda Rp 500 juta dan uang pengganti Rp 8,7 miliar dan 36.000 dolar Amerika Serikat (Rp 515 juta).

Selama proses hukum yang bergulir, Robin berkali-kali berupaya menjerat Wakil Ketua KPK saat itu, Lili Pintauli Siregar.

Menurut robin, Lili juga terlibat dalam komunikasi dengan Syahrial. Ia bahkan disebut menawarkan bantuan pengurusan kasus jual beli jabatan di Tanjungbalai yang sedang diusut KPK.

Namun, Lili hanya menjalani proses etik di Dewas KPK. Ia dinyatakan terbukti berkomunikasi dengan M. Syahrial.

Perbuatannya melanggar Pasal 4 Ayat (2) huruf b dan a Peraturan Dewan Pengawas Nomor 02 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.

Namun, tidak ada jerat pidana untuk Lili. Ia hanya dihukum sanksi berat yakni pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama setahun.

Namun, belum sempat disidangkan Dewas, Lili mengundurkan diri. Sampai saat ini, ia lolos dari jerat etik maupun pidana.

https://nasional.kompas.com/read/2023/07/04/06134641/transaksi-rp-300-miliar-eks-penyidik-kpk-dan-riwayat-stepanus-robin-yang

Terkini Lainnya

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke