Pencapresan Ganjar oleh Nasdem juga membuat PKS tidak nyaman karena peluang menggapai kursi wapres menjadi semakin tidak teraih dan keluar dari koalisi menjadi pilihan yang akan diambil. Terlalu besar resikonya jika Nasdem mengusung Ganjar.
Demkian pula halnya dengan Nasdem “melepas” nama Jenderal Andika Perkasa karena faktor “kurang lakunya” di pasar politik untuk posisi capres adalah pilihan yang taktis semata.
Setidaknya Nasdem dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) memberi edukasi politik yang cerdas kepada publik di saat partai-partai lain hanya menjadi “kuda troya” dari pemilik dan pendiri partai.
Andai kelak cicit saya ingin bercita-cita menjadi presiden karena kapabel dan berhasrat dicalonkan oleh partai politik, saya tidak perlu bersusah payah harus mendirikan partai politik. Biarlah cicit saya nanti dijaring serta dicalonkan oleh partai yang peduli dengan regenerasi kepemimpinan.
Harus diakui, sebenarnya kita punya stok pemimpin masa depan yang pantas menjadi pengganti Jokowi tetapi karena kuasa mutlak ada pada “sesepuh” partai dengan alasan konstitusi partai maka proses rekrutmen capres menjadi fatamorgana saja.
Bagaimana nasib Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang sukses memimpin daerahnya masing-masing tetapi tidak mendapat restu partai?
Ganjar Pranowo yang jelas-jelas menjadi kader senior di PDI-P tetapi disia-siakan oleh partainya sendiri. Khofifah yang jelas-jelas kader PKB, pun juga tidak dilirik sama sekali oleh partainya. Ridwan Kamil yang “jomblo” berpartai malah disarankan oleh Gerindra untuk mengurus Jawa Barat saja.
Para pendukung Ganjar, Khofifah, dan Ridwan Kamil kini hanyalah menyandarkan harapan kepada Koalisi Indonesia Baru (KIB) andaikan salah satu atau salah dua dari nama-nama tersebut akhirnya memperoleh tiket capres–cawapres untuk Pilpres 2024.
Langkah Nasdem mencalonkan Anies Baswedan pun sebenarnya tidak lepas dari resiko politik. Beberapa kawan saya yang menjadi simpatisan Nasdem karena kepincut dengan semangat restorasi yang yang digembar-gemborkan Surya Paloh, kini menjadi muak dengan partai ini.
Kawan saya ini menyayangkan langkah Nasdem mengingat rekam jejak Anies yang membiarkan atau lebih tepat “mendiamkan” digunakannya politik identitas saat kampanye Pilgub DKI 2017. Bukankah Nasdem begitu menolak digunakannya politik identitas di setiap konstestasi politik?
Beberapa simpatisan Nasdem yang salut dengan pilihan Nasdem selama ini yang berada di kubu pendukung Jokowi juga merasa kesal karena sikap Nasdem yang mengajak Demokrat dan PKS berada dalam satu barisan.
Sangat janggal dan diametral ketika Nasdem menghendaki capres yang bisa melanjutkan program-program pembangunan Jokowi sementara Demokrat begitu kerap “melecehkan” hasil pembangunan Jokowi yang begitu masif dan gencar di berbagai pelosok.
Bahkan AHY tegas menyebut Jokowi bisanya hanya “gunting pita” untuk peresmian proyek-proyek yang dicanangkan SBY sementara Nasdem adalah salah satu komponen pendukung Jokowi selama dua periode.
Akan lebih elok jika Nasdem memilih keluar dari koalisi pendukung Jokowi dan menarik menteri-menterinya dari kabinet ketika pilihan politik yang dipilihnya sekarang “bertabrakan” dengan visi-misi Jokowi. Begitu gerundelan teman saya yang selama ini menjadi simpatisan Nasdem.
Dengan diusungnya Anies sebagai capres dari Nasdem serta kemungkinan terbentuknya koalisi Nasdem dengan Demokrat dan PKS, konstelasi partai-partai jelang Pilpres 2024 akan semakin terpolakan.
Besar kemungkinan, poros Gerindra dan PKB juga semakin mengerucut dengan nama Prabowo Subianto dan Muhaimin Iskandar sebagai capres-cawapres serta Koalisi Indonesia Baru yang berintikan Golkar, PPP dan PAN bersatu.
Satu lagi tentu, capres-cawapres yang akan diusung PDI-P sendiri mengingat partai besutan Megawati Soekarnoputeri itu tidak memerlukan koalisi karena faktor kecukupan suara.
Baca juga: Jokowi Kembali Ingatkan Relawannya agar Ojo Kesusu soal Capres 2024
Faktor Jokowi dan masih bertajinya efek endorse Jokowi terhadap kandidat capres, sangat menentukan suara-suara dari kalangan non partai dan relawan akan berlabuh. Dari pernyataan-pernyataan Jokowi selama ini serta gesture politik yang ditampilkan Jokowi, saya bisa memprediksikan Jokowi begitu menaruh harapan besar terhadap Ganjar Pranowo.
Selain faktor sesama kader PDI-P, Jokowi begitu paham dan mengapresiasi kinerja Ganjar selama ini.