JAKARTA, KOMPAS.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia memeriksa dua saksi terkait kasus korupsi pengadaan pabrik Blast Furnace Complex (BFC) oleh PT Krakatau Steel pada 2011.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung RI Ketut Sumedana mengatakan, dua saksi yang diperiksa merupakan mantan direktur utama dalam PT Krakatau Steel.
“Memeriksa 2 orang saksi yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan pabrik blast furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011,” kata Ketut dalam keterangan tertulis, Selasa (19/7/2022).
Baca juga: Eks Dirut Krakatau Steel Jadi Tahanan Kota, Kejagung: Usia Sudah 74 Tahun dan Sakit
Ketut mengungkapkan, saksi yang diperiksa yakni Direktur Utama PT Krakatau Steel periode 2015-2017, berinisial S.
Saksi lainnya yakni berinisial MWRS selaku Direktur Utama PT Krakatau Steel periode 2017-2018.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan,” ucapnya.
Baca juga: Korupsi Pembangunan Pabrik BFC, Eks Dirut Krakatau Steel Jadi Tahanan Kota
Diketahui dalam kasus tersebut, Kejagung telah menetapkan total 5 tersangka.
Kelima tersangka yakni FB selaku Direktur Utama PT Krakatau Steel periode 2007-2012.
Kemudian, ASS selaku Direktur Utama PT Krakatau Engineering periode 2005-2010 dan Deputi Direktur Proyek Strategis 2010-2015.
Ketiga, MR selaku Project Manager PT Krakatau Engineering periode 2013-2016.
Lalu, BP selaku Direktur Utama PT Krakatau Engineering periode 2012-2015.
Terakhir, HW alias RH selaku Ketua Tim Persiapan dan Implementasi Proyek Blast Furnace tahun 2011 dan General Manager Proyek PT KS dari Juli 2013 sampai dengan Agustus 2019.
Baca juga: Kejagung Tetapkan 5 Tersangka Korupsi Pembangunan Pabrik PT Krakatau Steel, Salah Satunya Eks Dirut
Adapun Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan, kasus ini diduga telah merugikan negara senilai Rp 6,9 triliun.
Burhanuddin menjelaskan bahwa PT Krakatau Steel pada 2007 menyetujui pengadaan pabrik BFC.
Dalam proses pengadaan itu, pemenang kontraktornya adalah MCC CERI konsorsium dan PT Krakatau Engineering yang merupakan anak perusahaan dari PT Krakatau.
Baca juga: Kejagung Usut Dugaan Korupsi Pembangunan Pabrik Blast Furnance PT Krakatau Steel
Tetapi, menurutnya, pengadaan tersebut dilakukan secara melawan hukum, sehingga menimbulkan kerugian negara sekitar 6,9 triliun.
"Yang seharusnya MCC CERI melakukan pembangunan sekaligus pembiayaannya, namun pada kenyataannya dibiayai oleh konsorsium dalam negeri atau himbara dengan nilai kontrak pembangunan pabrik BFC dengan sistem terima jadi sesuai dengan kontrak awal Rp 4,7 triliun hingga addendum keempat membengkak menjadi Rp 6,9 triliun," ungkap Burhanuddin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.