Akibatnya adalah sejumlah produk yang diisukan mengandung babi menjadi tidak laku karena dijauhi masyarakat, walaupun belum ada pembuktian.
Baca juga: Pemerintah Terbitkan Sertifikasi Halal, tetapi Fatwa Halal Tetap Dikeluarkan MUI
Pada 1988, 27 balai pengawas obat dan makanan di seluruh Indonesia mulai menggelar penelitian secara besar-besaran terhadap semua bahan makanan yang dicurigai mengandung babi. Keputusan itu dilakukan supaya ada jaminan bahan baku yang terkandung dalam produk makanan tertentu tidak mengandung babi.
Menurut pemberitaan surat kabar Kompas pada 7 November 1988, ada 64 produk yang diduga diisukan mengandung babi untuk diperiksa. Pengujian dilakukan dengan metode reaksi kristal dan memakan waktu 1 sampai 2 hari.
"Yang penting adalah bahan-bahan makanan yang dicurigai mengandung bahan yang berasal dari babi bisa secepatnya diperiksa, sehingga ada ketegasan apakah bahan makanan itu mengandung unsur babi atau tidak. Kami menyadari masyarakat memerlukan ketegasan itu. Hasil pengujian laboratorium tentu lebih meyakinkan, tetapi juga memerlukan waktu," kata Menteri Kesehatan Adhyatma saat itu.
Metode reaksi kristal saat itu dilakukan untuk menguji apakah sebuah produk makanan dan minuman yang beredar yang dicurigai mengandung lemak babi yang bisa dikenali melalui kristal bernama alphapalmito distearin.
"Kristal lemak babi alphapalmito distearin bentuknya khas sekali terlihat seperti kipas atau sapu tanpa gagang," kata Kepala Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Dr. Charles JP Siregar saat itu.
Baca juga: Ini Penjelasan Kemenag soal Rincian Tarif Sertifikasi Halal
Ketika itu MUI juga menerjunkan tim untuk membantu proses pemeriksaan kandungan lemak babi di sejumlah produk makanan dan minuman, dan meninjau ke sejumlah pabrik produsen makanan dan minuman yang diisukan mengandung babi.
Demi mencegah kejadian serupa terulang, MUI akhirnya memutuskan mendirikan LPPOM pada 1989 yang tugasnya melakukan penelitian kandungan bahan makanan dan minuman yang beredar di tengah masyarakat dan menerbitkan sertifikasi halal.
LPPOM MUI kemudian menjalin kerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta berbagai kementerian dan kampus untuk melaksanakan sertifikasi halal itu.
Mendiang mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang pada 1980-an menjadi Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pernah menulis opini di surat kabar Kompas pada 30 November 1988 tentang peristiwa geger lemak babi itu. Menurut dia, setidaknya ada dua sorotan utama yang menjadi perhatian akibat isu makanan yang mengandung lemak babi itu.
"Pertama, menurunnya tingkat produksi beberapa macam makanan olahan secara drastis. Ini berarti berkurangnya pemasukan pajak dari sektor produksi yang cukup banyak menyerap tenaga kerja. Menurunnya pajak di saat negara benar-benar memerlukan dana bagi pembiayaan kegiatannya. Dan hilangnya kesempatan kerja bagi banyak pekerja, dengan akibat-akibat sampingan sosial-ekonomisnya sendiri," tulis Gus Dur dalam kolom opini itu.
Baca juga: Penjelasan Mengenai Beda Sertifikasi Halal Kemenag dan Fatwa Halal MUI
Sorotan kedua, kata Gus Dur, adalah isu lemak babi dalam sejumlah produk makanan dan minuman sangat merugikan kewibawaan pemerintah.
"Akan timbul kesan pemerintah tidak memberikan perlindungan cukup kepada kepentingan umat beragama, khusus kaum Muslimin, yang merupakan mayoritas bangsa kita. Rasa memiliki negara dan pemerintahan kita, yang begitu kuat ditanamkan oleh penerimaan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi kehidupan berbangsa, bermasyarakat, dan bernegara bisa terkikis lagi oleh kasus-kasus seperti itu," lanjut Gus Dur.
Gus Dur juga menyoroti soal sikap pemerintah yang seolah sangat murka terkait isu lemak babi itu. Melalui Menteri Koordinator Politik Keamanan Soedomo, pemerintah menuduh pihak-pihak yang melontarkan isu lemak babi itu melanggar tindak subversi. Bahkan saat itu tiga surat kabar dipanggil dan wartawannya disidang akibat memberitakan isu itu.
Jaksa Agung yang saat itu dijabat oleh Soekarton menyentil Tri dan menyebutnya teledor karena hanya menuliskan hasil penelitiannya dalam jurnal.
Sumber
Kompas edisi 29 Oktober 1988: "Kasus lemak babi akan diteliti sebuah tim".
Kompas edisi 7 November 1988: "Isu Lemak Babi dalam Makanan: Semua Balai POM Adakan Penelitian".
Kompas edisi 30 November 1988: "Kasus Lemak Babi, Contoh Kepekaan Sosial".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.