Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bestian Nainggolan

Peneliti senior Litbang Kompas, bergulat dalam penyelenggaraan survei opini publik sejak 1995. Lulusan Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia.

Misteri Nasib Capres 1 Persen...

Kompas.com - 01/11/2021, 17:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Bayu Galih

RUMUSAN baku menjadi presiden di negeri ini sesungguhnya tidak baku. Lebih tepatnya, tidak ajek. Tapi menariknya, justru di balik ketidakajekan itu, tampilnya sosok presiden menjadi serba mengejutkan. Dramatis.

Mengejutkan tentunya, tatkala Presiden Soeharto mengundurkan diri 21 Mei 1998 dan Menteri Riset dan Teknologi saat itu, Prof Dr Ing Bacharuddin Jusuf Habibie, menggantikannya.

Begitu juga selanjutnya, 20 Oktober 1999, tampil sosok pejuang demokrasi yang sekaligus ulama, KH Abdurrahman Wahid, menjadi presiden.

 

Baca juga: Sekjen PDI-P: Ada yang Ingin Pecah Belah Partai, Tak Sabar soal Capres-Cawapres

Padahal ironisnya, Megawati Soekarnoputri, ketua umum PDI Perjuangan, partai yang saat itu menjadi pemenang Pemilu 1999, justru tidak berhasil menjadi presiden. MPR saat itu justru memilih KH Abdurrahman Wahid.

Baru pada periode selanjutnya, Megawati menjadi presiden setelah KH Abdurrahman Wahid dilengserkan sebelum masa jabatan resminya berakhir.

Tidak kalah dramatis, kisah kemenangan para presiden di era pemilihan presiden secara langsung. Tampilnya sosok militer, Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pemenang Pemilu Presiden 2004, misalnya, tidak kurang mengejutkan.

Dengan persiapan pemilu yang terbilang tidak panjang, Yudhoyono mampu “menumbangkan” mantan pimpinannya di kabinet, Presiden Megawati Soekarnoputri.

Baca juga: Soal Capres 2024, Paloh: Masih Digodok di Internal, Perlu Lobi-lobi

Sebaliknya terjadi pada Amien Rais. Sejak 1999 sosoknya sudah digadang menjadi presiden. Begitu juga, sejak September 2001, ia sudah mencanangkan tekadnya menjadi presiden.

Dengan segudang jabatan politik yang disandangnya, sebagai ketua MPR, ketua umum Partai Amanat Nasional, sosok reformator 1998 yang menumbangkan kekuasaan rejim Orde Baru, tidak menjamin Amien Rais sukses merebut kursi kepresiden.

Pemilu 2004, dari lima pasangan capres yang bertarung, ia hanya duduk di peringkat ke-empat, menguasai 14,6 persen suara.

Tidak kalah spektakuler, capaian Presiden Joko Widodo. Tiada yang mengira sebelumnya jika karir politik mantan wali kota Solo ini berlanjut dalam panggung nasional. Selang dua tahun kemenangannya menjadi Gubernur DKI (Oktober 2012), pada Pemilu 2014 ia menjadi presiden.

Baca juga: Waketum: Kader Nasdem Tak Ada yang Genit di Kabinet, apalagi Ingin Maju Capres

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com