Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bestian Nainggolan

Peneliti senior Litbang Kompas, bergulat dalam penyelenggaraan survei opini publik sejak 1995. Lulusan Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia.

Misteri Nasib Capres 1 Persen...

Kompas.com - 01/11/2021, 17:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Bayu Galih

Padahal, sepanjang dua tahun jelang pemilu, sosoknya belum banyak dirujuk dalam hasil survei elektabilitas. Namun, sejak menjabat gubernur, popularitasnya sontak meroket. Tidak hanya populer, ia pun paling banyak dirujuk sebagai calon presiden.

Serangkaian kejutan politik dalam panggung pemilihan presiden di atas meneguhkan ketidakajekan karir politik kepresidenan di negeri ini. Sekalipun popular sebagai tokoh politik, tidak menjamin jabatan presiden diraih.

Begitu juga tidak pasti presiden berasal dari latar belakang tertentu, baik politisi, militer, birokrat, kepala daerah, hingga ulama pun pernah menduduki kursi kepresidenan.
Pada negara-negara yang panjang tradisi demokrasinya, latar belakang menjadi presiden cenderung ajek.

Baca juga: Soal Jadi Capres 2024, Muhaimin: Tidak Ada Kader PKB yang Tak Siap

Amerika Serikat, misalnya, yang telah melahirkan 46 sosok presiden, senator (perwakilan daerah) dan gubernur menjadi jalur politik terbanyak. Hingga saat ini, 24 presiden berlatar senator.

Sebanyak 16 presiden berlatar gubernur. Sisanya, pengusaha, artis, hingga kaum profesional lain.

Dengan karakteristik politik yang berlangsung di negeri ini, peluang siapa pun menjadi presiden terbuka. Artinya, sekalipun saat ini muncul sosok-sosok politik yang bertengger pada barisan atas elektabilitas survei, tidak menjamin menjadi presiden.

Sebaliknya, pintu masih terbuka bagi mereka yang saat ini kurang menjadi preferensi publik.

Siapa mereka? Ya, tokoh-tokoh yang belum terdengar. Tokoh-tokoh yang dalam benak publik belum kuat tertanam sebagai "top of mind".

Baca juga: Surya Paloh Mengaku Tak Tertarik Jadi Peserta Konvensi Capres Nasdem

Jika merujuk pada hasil survei, sebutlah mereka sebagai "capres 1 persen". Tokoh masyarakat yang dipilih maksimal 1 persen dari total responden.

Berdasarkan hasil survei Litbang Kompas, terdapat puluhan nama yang mendapatkan dukungan sekitar satu persen responden.

Survei bulan April dan Oktober 2021 lalu, misalnya, selain nama-nama tokoh papan atas elektabilitas, seperti Prabowo Subianto, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, Agus Harimurti Yudhoyono, Tri Rismaharini, terdapat 22 sosok lain yang didukung publik.

Dari sejumlah tokoh, terdapat sosok lama yang sudah malang-melintang dalam berbagai survei sebelumnya.

Mereka adalah para mantan. Mantan menteri, mantan gubernur dan kepala daerah, mantan panglima TNI. Di antaranya: Susi Pudjiastuti, Muhaimin Iskandar, TGKH Muhammad Zainul Majdi (Tuan Guru Bajang), Dedy Mulyadi, dan Gatot Nurmantyo.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com