Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontradiksi Pidato Jokowi di PBB soal Kesetaraan Akses Vaksin dan Vaksinasi Berbayar

Kompas.com - 16/07/2021, 14:15 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pernyataan Presiden Joko Widodo soal kesetaraan akses terhadap vaksin Covid-19 dinilai kontradiktif dengan kebijakan dalam negeri.

Pernyataan itu diungkapkan Jokowi saat berpidato di Forum Tingkat Tinggi Dewan Ekonomi Sosial PBB secara virtual, Selasa (13/7/2021). Namun, pemerintah justru menyiapkan skema vaksinasi individu berbayar.

Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia Pandu Riono menilai, kebijakan melalui program Vaksinasi Gotong Royong itu berisiko menimbulkan ketidakadilan.

"Dia (Presiden Jokowi) memperjuangkan kan equity (keadilan) dalam akses vaksin, tetapi dia malah mendukung kebijakan yang memungkinkan terjadi inequity (ketidakadilan)," kata Pandu saat dihubungi Kompas.com, Jumat (16/7/2021).

Baca juga: Saat Jokowi Serukan Kesetaraan Vaksin di Sidang Umum PBB, tetapi Pemerintah Sediakan Vaksin Berbayar

Dalam forum tersebut, Jokowi menyatakan soal kesenjangan yang sangat lebar terhadap akses vaksin Covid-19 di dunia.

Padahal, akses vaksin yang merata bagi seluruh negara penting untuk membebaskan dunia dari pandemi.

Jokowi pun mendorong agar realisasi kesetaraan akses vaksin bagi semua negara dipercepat. Salah satunya dengan berbagi dosis vaksin melalui skema Covid-19 Covax (Vaccines Global Access) facility.

Menurut Pandu, Jokowi seharusnya menolak konsep vaksinasi berbayar jika mendukung kesetaraan terhadap akses vaksin Covid-19.

"Seharusnya kalau dia memperjuangkan equity, dia tidak setuju dengan konsep vaksin gotong royong," ujarnya.

Baca juga: Vaksinasi Individu Berbayar Bisa Digelar oleh Fasilitas Layanan Kesehatan Swasta

Selain itu, Pandu juga sependapat dengan kritik dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menganggap kebijakan vaksinasi berbayar tidak tepat dilaksanakan di saat pandemi Covid-19.

Pandu menekankan, jika ada masalah anggaran, saat ini banyak lembaga internasional yang ikut membantu dalam pengadaan vaksin melalui Covax Facility.

"Bahkan bank dunia, lembaga keuangan dunia memberikan bantuan ke Covax agar negara berkembang bisa akses vaksin itu kan bagian dari equity vaksin," ucapnya.

Di sisi lain, Pandu juga meminta pemerintah transparan dalam distribusi vaksin, khususnya 500.000 dosis vaksin Sinopharm yang didapatkan dalam bentuk hibah dari Uni Emirat Arab.

"Itu (dosis vaksin) harusnya sudah diberikan kalau enggak ya expired dan harus terbuka diberikan kepada siapa. Itu kan cukup besar banyak dosisnya 500.000 dosis," pungkasnya.

Melanggar hak dan etika

Aturan mengenai vaksinasi berbayar tercantum dalam Permenkes Nomor 19 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Permenkes Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.

Dalam permenkes tersebut definisi Vaksinasi Gotong Royong diperluas, tidak hanya vaksinasi terhadap pekerja, keluarga atau individu lain dalam keluarga yang pendanaannya dibebankan pada badan hukum atau badan usaha.

Vaksinasi kepada individu yang biayanya dibebankan kepada yang bersangkutan juga masuk kategori Vaksinasi Gotong Royong.

Harga pembelian vaksin dalam program tersebut dipatok sebesar Rp 321.660 per dosis. Peserta vaksinasi juga akan dikenakan tarif pelayanan vaksinasi sebesar Rp 117.910 per dosis.

Dengan demikian, setiap satu dosis penyuntikan vaksin peserta harus mengeluarkan Rp 439.570. Karena dibutuhkan dua dosis vaksin, maka total biaya vaksinasi per individu sebesar Rp 879.140.

Baca juga: LaporCovid-19: Vaksin Tidak Boleh Diperjualbelikan, apalagi di Masa Krisis Pandemi

 

Kebijakan tersebut lantas menuai kritik. PT Kimia Farma Tbk akhirnya menunda pelaksanaan vaksiniasi gotong royong individu yang semestinya dimulai pada Senin (12/7/2021). 

LaporCovid-19 bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil menolak vaksinasi berbayar.

Relawan LaporCovid-19 Amanda Tan menegaskan, vaksin Covid-19 tidak boleh diperjualbelikan, apalagi di masa krisis pandemi ini.

Sebab WHO dan United Nations General Assembly (UNGA) menekankan bahwa vaksin merupakan hak publik.

“Komersialisasi vaksin ini merupakan pelanggaran keras atas hak kesehatan masyarakat yang seharusnya dilindungi oleh UU dan melanggar prinsip keadilan sosial,” ucap Amanda dalam konferensi pers virtual, Senin (12/7/2021).

Kritik juga datang dari WHO. Kepala Unit Program Imunisasi, Ann Lindstrand, menyatakan, setiap orang harus memiliki hak yang sama untuk bisa mengakses vaksin Covid-19.

"Pembayaran (dalam bentuk) apa pun (untuk memperoleh vaksin) akan menimbulkan problem akses dan etika selama pandemi. Padahal di saat yang sama kita membutuhkan cakupan vaksinasi yang luas yang bisa menjangkau semua pihak yang rentan," kata Lindstrand dikutip dari situs resmi WHO, Kamis (15/7/2021).

Baca juga: WHO Kritik Kebijakan Vaksinasi Gotong Royong Individu Berbayar di Indonesia

Ia menilai program vaksinasi Covid-19 berbayar tidaklah tepat. Menurutnya, jika anggaran yang menjadi masalah, saat ini banyak lembaga yang memberikan bantuan untuk pengadaan vaksin.

Lindstrand mengatakan, kerja sama internasional seperti COVAX Facility yang berada di bawah WHO juga sudah memberikan jatah vaksin gratis kepada negara yang membutuhkan.

Meskipun pengiriman dan logistik penyimpanan vaksin membutuhkan dana, hal tersebut bisa diperoleh lewat bantuan berbagai lembaga internasional seperti Bank Dunia.

Penjelasan pemerintah

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pemerintah berupaya membuka opsi yang luar dalam pelaksanaan vaksinasi.

"Untuk vaksin gotong royong di rapat terbatas tadi juga ditegaskan bahwa vaksin gotong royong ini merupakan opsi. Jadi apakah masyarakat bisa mengambil atau tidak, prinsipnya pemerintah membuka opsi yang luas," kata Budi, Senin (12/7/2021).

Budi mengatakan, alasan opsi vaksinasi Covid-19 diperluas karena banyak para pengusaha belum mendapatkan akses vaksin melalui program Kamar Dagang dan Industri (Kadin).

Selain itu, warga negara asing yang sudah lama tinggal dan berusaha di Indonesia seperti di bidang kuliner dan seni ingin mendapatkan akses vaksin.

"Misalnya mereka juga ingin mendapatkan akses ke vaksin gotong royong itu juga bisa mendapatkan akses ke vaksin gotong royong yang individu," ujarnya.

Baca juga: Soal Vaksinasi Berbayar, Menkes Sebut Pemerintah Buka Opsi yang Luas

Budi mengatakan, Vaksinasi Gotong Royong individu akan dimulai saat program vaksinasi pemerintah sudah mulai masif jumlahnya.

"Sedangkan masyarakat yang ingin mengambil opsi yang lain, juga tersedia, sehingga semua opsi tersedia," kata dia.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com