JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Coruption Watch (ICW) menentang rencana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan sejumlah kasus lama yang menggantung dan belum diselesaikan.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, ketentuan soal surat penghentian penyidikan dan penuntutan (SP3) merupakan dampak buruk dari Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) hasil revisi.
"Sejak awal ICW menentang seluruh substansi yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, tak terkecuali soal SP3. Maka rencana menghentikan perkara yang baru saja disampaikan Pimpinan KPK itu merupakan rangkaian dari efek buruk perubahan regulasi kelembagaan KPK," ujar Kurnia, dalam keterangan tertulis, Kamis (4/3/2021).
Baca juga: Ini Kasus yang Dipertimbangkan KPK untuk Diterbitkan SP3
Kurnia menegaskan, ICW tidak setuju KPK mengeluarkan SP3 karena dikhawatirkan akan menjadi bancakan korupsi.
Sebab, penilaian atas kelayakan sebuah perkara dilanjutkan atau tidak dapat didasarkan atas pandangan subjektivitas semata.
Selain itu, Kurnia menilai aturan soal SP3 tidak sesuai dengan pemaknaan korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa atau extraordinary crime.
Dalam UU KPK hasil revisi, waktu penyelidikan dan penuntutan suatu kasus dibatasi hanya sampai 2 tahun. Selebihnya KPK berhak mengeluarkan SP3.
"Hal ini janggal karena semestinya UU KPK memperketat ruang untuk menghentikan penyidikan atau pun penuntutan," ucapnya.
"Sebaliknya, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) sama sekali tidak menyinggung tentang pembatasan waktu penegak hukum menangani sebuah perkara," tutur Kurnia.
Baca juga: KPK Pastikan Belum Hentikan Kasus Dugaan Korupsi yang Menyeret RJ Lino
Kurnia mengkritik pembatasan waktu 2 tahun untuk menangani kasus korupsi, karena dalam proses pembuktiannya KPK butuh berkoordinasi dengan berbagai pihak.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.