Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Minta Dewas Sanksi Nurul Ghufron Mengundurkan Diri jika Terbukti Melanggar Etik

Kompas.com - 30/04/2024, 12:04 WIB
Syakirun Ni'am,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menjatuhkan saksi permintaan pengunduran diri kepada Nurul Ghufron jika terbukti bersalah melanggar etik.

Ghufron merupakan Wakil Ketua KPK yang dilaporkan ke Dewas karena diduga menggunakan pengaruhnya ke pejabat di Kementerian Pertanian (Kementan) untuk memutasi pegawai ke daerah.

Menurut Kurnia, ketentuan mengenai sanksi berat yang meminta pimpinan KPK mengundurkan diri tertuang dalam Pasal 10 ayat (3) Huruf b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021.

"Jika terbukti, ICW meminta Dewan Pengawas menjatuhkan sanksi berat dengan jenis hukuman berupa 'diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan'," kata Kurnia Dalam keterangannya kepada Kompas.com, Selasa (30/4/2024).

Baca juga: Hakim Izinkan Eks Sekjen Kementan Jadi Saksi di Sidang Etik Nurul Ghufron 2 Mei

Menurut Kurnia, tindakan Ghufron menghubungi pejabat Kementan itu, jika nanti terbukti melanggar etik, tidak bisa dipandang sebelah mata.

Sebab, ia terindikasi menyalahgunakan wewenang dan memperdagangkan pengaruh untuk membantu pegawai di Kementan.

Selain itu, kata Kurnia, Dewas juga harus memperhatikan kapan waktu Ghufron melakukan komunikasi dengan Kementan.

Sebab, Dalam beberapa tahun terakhir KPK tengah mengusut dugaan korupsi di lingkungan Kementan. Di antaranya adalah kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Baca juga: Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Jika dilakukan ketika perkara itu bergulir, kata Kurnia, Ghufron bisa disebut diduga melanggar Pasal 36 huruf UU KPK di ranah pidana dan Pasal 4 Ayat (2) huruf a Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021 di ranah etik.

Adapun Pasal 36 melarang pimpinan KPK berhubungan baik secara langsung ataupun tidak langsung dengan pihak berperkara.

"Permasalahannya, kapan komunikasi itu dilakukan? Apakah komunikasi keduanya terbangun saat Kementerian Pertanian sedang diselidiki oleh KPK dalam konteks perkara yang melibatkan Syahrul Yasin Limpo?" ujar Kurnia.

Adapun Ghufron dijadwalkan akan menghadapi sidang etik dugaan penggunaan pengaruh pada Kamis (2/5/2024) mendatang.

Baca juga: Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Ketika ditemui awak media, Ghufron mengaku tidak menekan pihak Kementan. Ia hanya membantu pegawai yang telah mengajukan permohonan mutasi sejak dua tahun namun tidak kunjung dikabulkan.

Ghufron juga menilai Dewas seharusnya tidak bisa mengusut perkara etik tersebut. Sebab, peristiwa itu terjadi pada Maret 2022 dan baru dilaporkan pada Desember 2023.

Menurutnya, peristiwa itu sudah kadaluarsa sehingga tidak bisa diusut Dewas KPK. Karena itu, ia menggugat Dewas KPK ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta.

"Nah itu yang saya kemudian PTUN kan,” tutur Ghufron satu ditemui di Gedung KPK lama, Jakarta, Kamis (25/4/2024).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

Nasional
Nadiem Ingin Datangi Kampus Sebelum Revisi Aturan yang Bikin UKT Mahal

Nadiem Ingin Datangi Kampus Sebelum Revisi Aturan yang Bikin UKT Mahal

Nasional
Saksi Kemenhub Sebut Pembatasan Kendaraan di Tol MBZ Tak Terkait Kualitas Konstruksi

Saksi Kemenhub Sebut Pembatasan Kendaraan di Tol MBZ Tak Terkait Kualitas Konstruksi

Nasional
Puan Maharani: Parlemen Dunia Dorong Pemerintah Ambil Langkah Konkret Atasi Krisis Air

Puan Maharani: Parlemen Dunia Dorong Pemerintah Ambil Langkah Konkret Atasi Krisis Air

Nasional
Hari ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Hari ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Nasional
Jokowi: Butuh 56 Bangunan Penahan Lahar Dingin Gunung Marapi, Saat Ini Baru Ada 2

Jokowi: Butuh 56 Bangunan Penahan Lahar Dingin Gunung Marapi, Saat Ini Baru Ada 2

Nasional
Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 Bersandar di Jakarta, Prajurit Marinir Berjaga

Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 Bersandar di Jakarta, Prajurit Marinir Berjaga

Nasional
Erupsi Gunung Ibu, BNPB Kirim 16 Juta Ton Bantuan Logistik untuk 1.554 Pengungsi

Erupsi Gunung Ibu, BNPB Kirim 16 Juta Ton Bantuan Logistik untuk 1.554 Pengungsi

Nasional
Pesawat Terlambat Bisa Pengaruhi Layanan Jemaah Haji di Makkah

Pesawat Terlambat Bisa Pengaruhi Layanan Jemaah Haji di Makkah

Nasional
Indonesia-Vietnam Kerja Sama Pencarian Buron hingga Perlindungan Warga Negara

Indonesia-Vietnam Kerja Sama Pencarian Buron hingga Perlindungan Warga Negara

Nasional
Survei IDEAS: Penghasilan 74 Persen Guru Honorer di Bawah Rp 2 Juta

Survei IDEAS: Penghasilan 74 Persen Guru Honorer di Bawah Rp 2 Juta

Nasional
Dewas KPK Tunda Putusan Sidang Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas KPK Tunda Putusan Sidang Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Jokowi Minta Relokasi Rumah Warga Terdampak Banjir di Sumbar Segera Dimulai

Jokowi Minta Relokasi Rumah Warga Terdampak Banjir di Sumbar Segera Dimulai

Nasional
JK Sampaikan Duka Cita Wafatnya Presiden Iran Ebrahim Raisi

JK Sampaikan Duka Cita Wafatnya Presiden Iran Ebrahim Raisi

Nasional
PKS: Kami Berharap Pak Anies Akan Dukung Kader PKS Sebagai Cagub DKJ

PKS: Kami Berharap Pak Anies Akan Dukung Kader PKS Sebagai Cagub DKJ

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com