JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 296 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi saksi disahkannya Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara atau Minerba pada Selasa (12/5/2020) siang di Kompleks DPR, Jakarta.
Pembahasan Revisi UU Minerba terus mendapat sorotan dari sejumlah pihak karena dianggap hanya menguntungkan para pengusaha tambang.
Sementara, aspek dampak kerusakan lingkungan hidup, serta kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pertambangan dinilai kurang diperhatikan.
Baca juga: Antara Janji DPR Fokuskan Kinerja Tangani Covid-19 dan Realitanya...
Namun, kritik yang dilakukan sejumlah pihak bertepuk sebelah tangan. RUU Minerba disahkan, saat kondisi masyarakat sedang sudah akibat pandemi Covid-19.
"Apakah pembicaraan tingkat II tentang RUU tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dapat disetujui atau disahkan menjadi undang-undang?," tanya Ketua DPR Puan Maharani kepada para anggota yang hadir baik secara virtual maupun fisik.
"Setuju," jawab mereka diikuti ketukan palu sidang oleh Puan sebagai tanda persetujuan.
Baca juga: Di Tengah Pandemi Corona dan Hujan Kritik, DPR Tetap Sahkan UU Minerba
Ada delapan fraksi yang menyetujui perubahan UU itu yakni Fraksi PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Nasdem, PKB, Partai Gerindra, PKS, PAN, dan PPP.
Sementara, Fraksi Partai Demokrat menjadi satu-satunya fraksi yang menolak pengesahan tersebut.
Ketua Fraksi Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono menyatakan, fraksinya menolak membahas RUU apa pun yang tidak berhubungan dengan penyelesaian pandemi Covid-19.
"Demokrat sekali lagi tidak apriori membahas RUU apa pun, apakah itu omnibus law RUU Cipta Kerja, RUU Haluan Ideologi Pancasila dan RUU Minerba. Namun, kami harus bijak melihat situasi, kondisi, dan prioritas," tulis Ibas melalui laman Twitter resminya pada 22 April lalu.
Baca juga: UU Minerba Dinilai Akan Memperburuk Kelestarian Lingkungan Hidup
Ibas menegaskan, usulan pembahasan RUU harus sesuai dengan kebutuhan rakyat karena saat ini mengingat situasi sosial dan ekonomi masyarakat terancam memburuk.
Sikap itu kembali ditegaskan oleh anggota Komisi VII dari Fraksi Demokrat, Sartono Hutomo, saat pembahasan tingkat pertama di DPR, Senin (11/5/2020).
Dilansir dari Kompas.id, menurut dia, pemerintah sebaiknya memprioritaskan kajian harga bahan bakar minyak dan jaminan pasokan elpiji ketimbang melanjutkan pembahasan RUU tersebut.
Baca juga: Walhi Minta Polisi Bebaskan Nelayan Penolak Tambang Pasir di Lampung
Namun, menurut anggota Komisi VII dari Fraksi Golkar, Ridwan Hisjam, pengesahan RUU ini harus segera dilaksanakan karena sudah masuk Program Legislasi Nasional Prioritas 2020. Selain itu, RUU ini juga sudah dibahas cukup lama.
Ia pun membantah bila DPR sengaja memanfaatkan situasi pandemi Covid-19 untuk menyelesaikan pembahasan RUU Minerba.
"Tidak ada hubungannya dengan pandemi Covid-19. Semua RUU di DPR berjalan sesuai tahapan-tahapannya, karena DPR telah memiliki tata cara persidangan/rapat yang mengacu pada protokol Covid-19," ucapnya.