JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah mengatakan, pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) tidak melibatkan masyarakat yang berada di sekitar area tambang.
Padahal, kata dia, kegiatan pertambangan berdampak langsung pada masyarakat sekitar.
"Kami belum mencatat ada satupun kelompok masyarakat yang harusnya digolongkan sebagai yang berkepentingan seperti masyarakat adat, warga lingkar tambang, perempuan misalnya, yang diajak bicara dalam proses undang-undang ini," kata Merah dalam diskusi online bertajuk Menyikapi Pengesahan RUU Minerba, Rabu (13/5/2020).
Baca juga: Greenpeace: UU Minerba Hanya untuk Kepentingan Pengusaha Batubara
"Saya tantang sekarang di mana DPR bisa menyebutkan, masyarakat lingkar tambang mana yang diajak bicara," ujar dia.
Selain itu, lanjut Merah, UU Minerba hasil revisi juga tidak dibahas berdasarkan masalah pertambangan yang ada di masyarakat.
Mulai dari masalah izin tambang yang banyak berada di kawasan hutan lindung atau hutan produksi.
Kemudian konflik antarwarga yang terus meningkat karena aktivitas pertambangan.
Serta masalah tambang yang terhubung langsung dengan kawasan berpotensi menimbulkan bencana.
"Ini tidak berangkat dari masalah yang timbul di lapangan tapi justru berangkat dari titipan oligarki batu bara. Saya kira cukup banyak titipan-titipan pasalnya," ungkapnya.
Baca juga: ICW Duga Ada Pihak yang Desak DPR dan Pemerintah Segera Sahkan RUU Minerba
Oleh karena itu, Merah menilai bahwa UU ini hanya dibuat untuk kepentingan perusahaan tambang.
Walaupun, yang paling terkena dampak buruk dari kegiatan pertambangan ini adalah masyarakat setempat dan alam sekitar.
"Kesimpulannya adalah 90 persen isi undang-undang ini tidak mementingkan warga terdampak hanya mewakili atau mengakomodasi penguasaha dan oligarki batu bara belaka," ucap Merah.
Baca juga: Setidaknya Ada 7 Persoalan di dalam Pembahasan RUU Minerba
Sebelumnya diberitakan, revisi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) disahkan menjadi undang-undang.
Pengesahan ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/5/2020).
RUU Minerba menuai banyak polemik dari berbagai kalangan. Selain pembahasannya yang dipercepat, terdapat beberapa pasal yang juga dinilai menguntungkan satu pihak saja.
Salah satunya adalah penjaminan perpanjangan Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) tanpa pelelangan yang tercantum dalam Pasal 169A.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.