Salin Artikel

Tanda Tanya di Balik Ngototnya DPR Sahkan UU Minerba...

Pembahasan Revisi UU Minerba terus mendapat sorotan dari sejumlah pihak karena dianggap hanya menguntungkan para pengusaha tambang.

Sementara, aspek dampak kerusakan lingkungan hidup, serta kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pertambangan dinilai kurang diperhatikan.

Namun, kritik yang dilakukan sejumlah pihak bertepuk sebelah tangan. RUU Minerba disahkan, saat kondisi masyarakat sedang sudah akibat pandemi Covid-19.

"Apakah pembicaraan tingkat II tentang RUU tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dapat disetujui atau disahkan menjadi undang-undang?," tanya Ketua DPR Puan Maharani kepada para anggota yang hadir baik secara virtual maupun fisik.

"Setuju," jawab mereka diikuti ketukan palu sidang oleh Puan sebagai tanda persetujuan.

Situasi pandemi

Ada delapan fraksi yang menyetujui perubahan UU itu yakni Fraksi PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Nasdem, PKB, Partai Gerindra, PKS, PAN, dan PPP.

Sementara, Fraksi Partai Demokrat menjadi satu-satunya fraksi yang menolak pengesahan tersebut.

Ketua Fraksi Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono menyatakan, fraksinya menolak membahas RUU apa pun yang tidak berhubungan dengan penyelesaian pandemi Covid-19.

"Demokrat sekali lagi tidak apriori membahas RUU apa pun, apakah itu omnibus law RUU Cipta Kerja, RUU Haluan Ideologi Pancasila dan RUU Minerba. Namun, kami harus bijak melihat situasi, kondisi, dan prioritas," tulis Ibas melalui laman Twitter resminya pada 22 April lalu.

Ibas menegaskan, usulan pembahasan RUU harus sesuai dengan kebutuhan rakyat karena saat ini mengingat situasi sosial dan ekonomi masyarakat terancam memburuk.

Sikap itu kembali ditegaskan oleh anggota Komisi VII dari Fraksi Demokrat, Sartono Hutomo, saat pembahasan tingkat pertama di DPR, Senin (11/5/2020).

Dilansir dari Kompas.id, menurut dia, pemerintah sebaiknya memprioritaskan kajian harga bahan bakar minyak dan jaminan pasokan elpiji ketimbang melanjutkan pembahasan RUU tersebut.

Namun, menurut anggota Komisi VII dari Fraksi Golkar, Ridwan Hisjam, pengesahan RUU ini harus segera dilaksanakan karena sudah masuk Program Legislasi Nasional Prioritas 2020. Selain itu, RUU ini juga sudah dibahas cukup lama.

Ia pun membantah bila DPR sengaja memanfaatkan situasi pandemi Covid-19 untuk menyelesaikan pembahasan RUU Minerba.

"Tidak ada hubungannya dengan pandemi Covid-19. Semua RUU di DPR berjalan sesuai tahapan-tahapannya, karena DPR telah memiliki tata cara persidangan/rapat yang mengacu pada protokol Covid-19," ucapnya.

Pasal yang disorot

Salah satu pasal yang disorot banyak pihak yakni keberadaan Pasal 169A, yang mengatur perpanjangan Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) tanpa pelelangan.

Dengan adanya aturan tersebut, pengusaha tambang dapat memperpanjang KK dan PKP2B tanpa perlu melakukan prosesi lelang terlebih dahulu.

"Bayangkan di RUU Minerba, misalnya, (izin) sudah diperpanjang, pasti dijamin akan diperpanjang (oleh pemerintah). Padahal kan seharusnya review dulu, evaluasi. Bukani dijamin diperpanjang," kata Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Selatan Kisworo Dwi Cahyono saat diskusi virtual bertajuk "Elite Batubara Mencuri Kesempatan Lewat RUU Cilaka dan RUU Minerba?", Senin (11/5/2020).

Dikutip dari draf UU Minerba, Pasal 169A menyebutkan, pada Ayat 1 KK dan PKP2B sebagaimana dimaksud pada Pasal 169 diberikan jaminan perpanjangan menjadi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dengan memenuhi ketentuan.

Melalui pasal tersebut, pemegang KK dan PKP2B yang belum memperoleh perpanjangan dapat mendapatkan 2 kali perpanjangan dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), masing-masing paling lama selama 10 tahun.

Sementara itu, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Merah Johansyah menyoroti penghapusan Pasal 165 di dalam RUU ini. Pasal tersebut mengatur penjatuhan sanksi bagi pihak yang mengeluarkan IUP, IPR atau IUPK yang bertentangan dengan UU Minerba.

Penghapusan pasal tersebut juga berpotensi melindungi pejabat negara yang mengeluarkan izin bermasalah.

Untuk diketahui, sebelumny di dalam pasal itu diatur bahwa setiap orang yang mengeluarkan IUP, IPR, atau IUPK yang bertentangan dengan UU dan menyalahgunakan kewenangannya dapat disanksi pidana 2 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 200 juta.

Anggota Divisi Advokasi ForBanyuwangi, Ustman A Halimi mengatakan, penghapusan Pasal 165 dapat membuka ruang terjadinya obral izin IUP, IPR dan IUPK.

"Dipermulus sekali ketika pasal ini dihapus," kata Ustman.

Persoalan lain yang mungkin timbul, imbuh dia, yakni terbentuknya watak eksploitatif lantaran adanya penambahan klausul di dalam Pasal 22 serta penguasaan lahan tanpa batas akibat adanya perubahan pada Pasal 42 ayat 1, 2, dan 3.

"Misalnya di RUU tersebut dijelaskan tentang wilayah pertambangan, sungai, di sana misalnya wilayah sungai purba, tapi terdapat kandungan maksimal ada cadangan tanah itu bisa ditambang. Itu artinya bisa memberikan peluang eksploratif juga kepada warga lokal," ucapnya.

Selain itu, RUU ini juga berpotensi rentan menimbulkan tindakan kriminalisasi terhadap para penolak tambang yang diatur di dalam Pasal 162 dan 164.

Pada saat bersamaan, partisipasi warga ditutup sebagaimana diatur di dalam Pasal 5, Pasal 55, Pasal 58, Pasal 61 dan Pasal 68. Di samping itu, Pasal 1 ayat 28 A yang menyebut wilayah hukum pertambangan dinilai memberikan hak legal bagi pemegang izin untuk bertindak sewenang-wenang.

"Artinya ketika ada pasal yang buat kelonggaran kriminalisasi, itu akan membuat warga tertekan. Menolak. Khawatir karena hukum tidak memihak warga dan malah menjadi senjata aparat dan korporat untuk membungkam warga," ujarnya.

Terakhir, RUU ini juga dinilai menghilangkan kewajiban korporasi untuk mereklamasi galian atau lokasi pertambangan setelah izin usaha habis sebagaimana diatur di dalam Pasal 99 ayat (2).

Direktur Walhi Sumatera Barat Chaus Uslaini menilai, dengan hilangnya kewajiban reklamasi, ancaman kerusakan terhadap lingkungan semakin tinggi.

Ironisnya, tak jarang dari lubang bekas galian tambang itu justru dialihfungsikan sebagai obyek wisata baru, alih-alih mengembalikan fungsinya.

"Keberadaan RUU ini hanya dipandang untuk melindungi pelaku bisnis batu bara dan pejabat pemberi izin untuk izin usaha pertambangan batu bara. Sehingga ke depan ancaman terhadap lingkungan semakin tinggi," kata Chaus.

Lubang tambang yang menganga dapat menjadi momok bagi kelangsungan hidup masyarakat.

Jatam mencatat, setidaknya terdapat 3.033 lubang bekas galian tambang batu bara yang dibiarkan menganga tanpa rehabilitasi dan pemulihan. Padahal, lubang-lubang tersebut banyak mengandung logam berat.

Pada medio 2014-2018, paling tidak terdapat 140 orang yang telah menjadi korban lubang galian tambang ini. Mayoritas dari para korban adalah anak-anak.

Lubang yang belum direklamasi itu memakan korban di 12 provinsi, dimana Bangka Belitung menjadi provinsi dengan kasus terbanyak (57 kasus) dan disusul Kalimantan Timur (32 kasus).

Kepentingan pengusaha

Peneliti Auriga Nusantara, Iqbal Damanik menuturkan, pengesahan RUU ini semakin menegaskan keberpihakan pemerintah terhadap korporasi tambang batubara.

Saat ini, terdapat tujuh pemegang kontrak batubara yang bakal habis masa berlakunya dalam kurun waktu lima tahun ke depan.

"Fokus pemerintah saat ini hanya pada penyelamatan pebisnis batubara melalui perubahan UU Nomor 4/2009. Seharusnya pemerintah memaksa perusahaan menuntaskan kewajibannya terlebih dulu, seperti lubang bekas tambang yang diabaikan begitu saja," kata Iqbal dalam keterangan resmi seperti dilansir dari Kompas.id.

Dua di antara tujuh perusahaan yang akan segera habis izin usahanya yaitu PT Arutmin Indonesia dan PT Kaltim Prima Coal.

Arutmin yang akan habis izinnya pada November 2020 mendatang, diketahui mengantongi izin kawasan seluas 70.154 hektar yang tersebar di wilayah Tanah Bumbu, Tanah Laut, dan Kota Baru Kalimantan Selatan.

Sementara, Kaltim Prima Coal menguasai izin di atas kawasan seluas 90.938 hektar di wilayah Sangatta, Kutai Timur, Kalimantan Timur. Izin usaha mereka akan habis pada Desember 2021.

Menurut Manajer Kampanye Jatam Nasional Melky Nahar, ada korelasi antara kepentingan pengusaha, parlemen dan eksekutif di dalam pengesahan UU ini.

"DPR RI yang notabene sebagiannya dalam pileg kemarin itu terkait langsung maupun tidak langsung terhadap bisnis itu sendiri. Salah satunya tambang mineral dan batubara," kata Melky, Senin.

Ia juga mensinyalir keberadaaan para pengusaha tambang di balik pencalonan presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2019 lalu.

Menurut dia, baik pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin maupun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, sama-sama didukung oleh pengusaha tambang di belakangnya.

"Kita lihat kubu Jokowi-Ma'ruf ada lebih dari 80 persen biaya kampanye mereka yang kita duga sumbernya berasal dari perusahaan tambang. Di kubu Prabowo juga jelas. Sandiaga Uno secara jelas menjual saham untuk menalangi biaya kampanye yang sangat besar," ujarnya.

"Artinya ada kontribusi secara langsung dari korporasi tambang ini. Mustahil kemudian, mereka tidak punya kepentingan apapun," kata Melky.

Melky menambahkan, tidak ada satu pun perusahaan di dunia yang berorientasi profit yang tidak mengharapkan apapun ketika memberikan dukungan kepada pasangan capres dan cawapres dalam sebuah kontestasi.

"Makanya (pengesahan) RUU ini ngotot dilakukan, tidak hanya teman-teman di DPR, tetapi juga pemerintah yang ketuanya Jokowi, supaya RUU ini disahkan. Artinya, RUU ini jelas merupakan sebagai pesanan dari oligarki tambang itu sendiri," ujar dia.

https://nasional.kompas.com/read/2020/05/14/03200011/tanda-tanya-di-balik-ngototnya-dpr-sahkan-uu-minerba-

Terkini Lainnya

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke