Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembahasan Klaster Ketenagakerjaan Nantinya Diyakini Tak Partisipatif

Kompas.com - 27/04/2020, 12:09 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) M. Nur Solikhin mengatakan, penundaan pembahasan klaster ketenagakerjaan pada Omnibus Law RUU Cipta Kerja tidak akan berpengaruh besar terhadap kelanjutan pembahasan RUU sapu jagat tersebut.

Sebab, meskipun klaster ketenagakerjaan ditunda pembahasannya, klaster lainnya tetap dibahas dan Omnibus Law RUU Cipta Kerja pada akhirnya tetap disahkan.

Bahkan, menempatkan klaster ketenagakerjaan dibahas paling akhir bisa-bisa menjadikan waktu pembahasannya justru menjadi semakin singkat dan akhirnya tidak partisipatif sebagaimana yang diharapkan.

"Dengan sisa waktu yang sedikit itu, kecil kemungkinan dialog terbuka terutama terkait dengan klaster ketenagakerjaan akan dilakukan dengan serius," kata Solikhin ketika dihubungi wartawan, Minggu (27/4/2020).

Baca juga: Presiden Jokowi Diminta Tarik Draf RUU Cipta Kerja dari DPR, Ini Alasannya

Apalagi, Presiden Joko Widodo menginginkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja tersebut dapat segera diselesaikan.

Solikhin mengatakan, sejumlah produk hukum yang dibahas di akhir-akhir waktu biasanya dilakukan tergesa-gesa, tidak transparan dan tidak partisipatif.

"Kita bisa bercermin dari pembahasan revisi UU KPK yang dilakukan dalam sisa waktu periode jabatan pemerintah dan DPR. Proses pembahasan saat itu menunjukkan, bagaimana resistensi legislator terhadap aspirasi dan partisipasi masyarakat," ujar dia.

Apabila terjadi demikian, hal itu semakin menegaskan bahwa Omnibus Law RUU Cipta Kerja merupakan produk hukum yang cacat.

"Kita bisa melihat bagaimana proses yang eksklusif dan elitis. Akses terhadap naskah akademik, RUU bahkan forum pembahasan sangat terbatas sekali," ucap dia.

Baca juga: Nasdem Usulkan Klaster Ketenagakerjaan Dicabut dari RUU Cipta Kerja

Solikhin menambahkan, penundaan klaster ketenagakerjaan menunjukkan terdapat persoalan dalam substansi dan proses penyiapan RUU Cipta Kerja selama ini.

Persoalan tersebut tak hanya pada klaster ketenagakerjaan, melainkan klaster lainnya.

"Seharusnya DPR dan Pemerintah melakukan koreksi total terhadap kesalahan dalam penyiapan RUU ini. DPR segera menghentikan pembahasannya dan Presiden menarik kembali NA dan RUU untuk diperbaiki baik proses maupun substansi RUU-nya," pungkas dia.

Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo memutuskan, menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Hal tersebut untuk merespons tuntutan buruh yang keberatan dengan sejumlah pasal dalam klaster tersebut.

Baca juga: Senin Siang, Panja RUU Cipta Kerja Gelar RDPU dengan Akademisi dan Praktisi Usaha

Presiden Jokowi mengatakan, pemerintah telah menyampaikan kepada DPR RI untuk menunda pembahasan tersebut.

"Kemarin, pemerintah telah menyampaikan kepada DPR dan saya juga mendengar Ketua DPR sudah menyampaikan kepada masyarakat bahwa klaster Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja ini pembahasannya ditunda, sesuai dengan keinginan pemerintah," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (24/4/2020).

Dengan penundaan itu, pemerintah bersama DPR RI memiliki waktu yang lebih banyak untuk mendalami substansi dari pasal-pasal yang berkaitan.

"Hal ini juga untuk memberikan kesempatan kepada kita untuk mendalami lagi substansi dari pasal-pasal yang terkait dan juga untuk mendapatkan masukan-masukan dari para pemangku kepentingan," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com