JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jaringan dan Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Fajri Nursyamsi menilai, keputusan menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam draf omnibus law RUU Cipta Kerja tak menyelesaikan masalah.
Fajri menyarankan agar Presiden Joko Widodo segera menarik kembali draf RUU Cipta Kerja.
"Presiden harus menarik kembali draf RUU Cipta Kerja dari DPR," kata Fajri, Senin (27/4/2020).
Baca juga: Senin Siang, Panja RUU Cipta Kerja Gelar RDPU dengan Akademisi dan Praktisi Usaha
Menurut Fajri, ada tiga alasan mengapa Jokowi harus menarik draf RUU Cipta Kerja.
Pertama, terkait proses penyusunan draf yang dinilai melanggar prosedur.
Penyusunan draf dinilai tak memenuhi prinsip keterbukaan pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 5 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Sebab, hingga draf tersebut diserahkan pemerintah ke DPR, tidak ada laman resmi pemerintah atau DPR yang menyebarluaskan draf maupun naskah akademiknya.
Baca juga: Pembahasan Klaster Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja Ditunda, Buruh: Tak Menjamin Dibatalkan
Kedua, substansi RUU yang bermasalah dan menimbulkan polemik. Sejumlah pasal dalam klaster ketenagakerjaan dianggap tidak berpihak pada kesejahteraan buruh dan pekerja.
Alasan ketiga, momentum pembahasan di tengah pandemi Covid-19.
Fajri menyatakan, penarikan draf oleh Presiden Jokowi dimungkinkan dalam Peraturan DPR Nomor 3 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penarikan Rancangan Undang-Undang.
"Penarikan suatu RUU oleh presiden sebagai pengusul diatur di dalam Pasal 9 dan 10 Peraturan DPR Nomor 3 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penarikan Rancangan Undang-Undang," ucap Fajri.
Baca juga: Buruh Ingin RUU Cipta Kerja Batal meski Klaster Ketenagakerjaan Ditunda
"Pengaturan yang sama ditemukan pula pada Peraturan DPR tentang Pembentukan Undang-Undang yang baru saja disahkan pada 2 April 2020 lalu dan akan menggantikan Peraturan DPR Nomor 3 Tahun 2012 itu," lanjutnya.
Fajri mengatakan, Jokowi akan memberikan preseden positif jika mau menarik dan menyusun ulang draf RUU Cipta Kerja.
Selain itu, DPR harus menyampaikan keresahan masyarakat dengan menunda seluruh pembahasan dan mendesak presiden menarik draf.
Baca juga: Jokowi Tunda Pembahasan Klaster Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja
"Penarikan ini akan menjadi preseden positif bagi pemerintah karena mau mendengarkan masukan dari publik, sehingga dapat meredakan gelombang protes yang sudah banyak disuarakan terhadap RUU Cipta Kerja," kata dia.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi memutuskan menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam draf RUU Cipta Kerja.
Keputusan presiden itu merupakan respons atas kontoversi yang muncul terkait pasal-pasal dalam klaster ketenagakerjaan.
"Kemarin pemerintah telah menyampaikan kepada DPR dan saya juga mendengar Ketua DPR sudah menyampaikan kepada masyarakat bahwa klaster Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja ini pembahasannya ditunda, sesuai dengan keinginan pemerintah," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (24/4/2020).
Baca juga: Jokowi Tunda Klaster Ketenagakerjaan, Jadwal Pembahasan RUU Cipta Kerja Tak Berubah
Dengan penundaan tersebut, Jokowi mengatakan pemerintah bersama DPR memiliki waktu lebih banyak untuk mendalami substansi dari pasal-pasal yang berkaitan.
"Hal ini juga untuk memberikan kesempatan kepada kita untuk mendalami lagi substansi dari pasal-pasal yang terkait dan juga untuk mendapatkan masukan-masukan dari para pemangku kepentingan," kata dia.
Secara terpisah, Wakil Ketua Panita Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja Achmad Baidowi mengatakan, permintaan penundaan pembahasan klaster ketenagakerjaan oleh presiden sudah sesuai dengan keinginan panja di Baleg DPR.
Baca juga: Panja RUU Cipta Kerja: Permintaan Presiden Sudah Sesuai Keinginan Kami
Menurut Baidowi, saat pembahasan nanti segala kemungkinan bisa terjadi. Ia mengatakan klaster ketenagakerjaan bisa saja dihapus atau tetap menjadi bagian RUU Cipta Kerja dengan perbaikan.
"Apakah nantinya tetap menjadi bagian, di-drop, atau skemanya seperti apa, semuanya ditentukan di akhir. Hal ini untuk memberikan kesempatan kepada para stakeholder mencari simulasi dan solusi terbaik terkait masalah ketenaagakerjaan," kata Baidowi, Jumat (24/4/2020).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.