Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendagri Diminta Pertimbangkan Ulang Usulan E-Voting Pemilu

Kompas.com - 12/03/2020, 19:13 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mempertimbangkan ulang usulan pemungutan suara pemilu secara elektronik (e-voting).

Selama ini, wacana e-voting digulirkan karena dinilai dapat mengurangi tingginya biaya penyelenggaran pemilu, meringankan beban penyelenggara, hingga mempercepat proses rekapitulasi suara.

Namun menurut Perludem, harus lebih dulu dipastikan urgensi penerapan e-voting dan apakah sistem tersebut relevan untuk diterapkan di Indonesia atau tidak.

Baca juga: Mendagri Dorong Kajian E-Voting, Ini 3 Negara yang Pernah Menerapkan

"Pertanyannya, apakah relevan e-voting diterapkan di Indonesia? Apakah terdapat aspek selain efisiensi yang perlu dipertimbangkan dalam wacana penggunaan e-voting?," kata Peneliti Perludem Heroik M. Patama melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (12/3/2020).

Heroik mengatakan, jika e-voting diterapkan, akan ada penggunaan teknologi informasi yang baru dalam pemilu.

Teknologi tersebut seharusnya mampu difungsikan untuk memenuhi prinsip utama pemilu, yakni bebas dan adil, termasuk menciptakan pemilu berintegritas.

Diterapkannya sistem tersebut akan berdampak pada penghilangan mekanisme pemungutan suara yang selama ini digunakan di Indonesia, yaitu pemilih datang ke tempat pemungutan suara (TPS) dan mencoblos surat suara.

Setelahnya, pemilih kembali datang ke TPS untuk melihat dan mengawasi proses penghitungan dan rekapitulasi suara.

Baca juga: Dibanding E-Voting, KPU Lebih Butuhkan E-Rekap

"Jika e-voting diterapkan, tentunya peralihan proses kepada mesin akan meminimalisasi dimensi transparansi sekaligus menghilangkan pengawasan partisipatif dari publik karena tidak ada lagi mekanisme penghitungan suara terbuka di TPS," ujar Heroik.

Berkaca dari pemilu-pemilu sebelumnya, menurut Heroik, persoalan yang lebih mendesak adalah lamanya waktu yang diperlukan bagi penyelenggara pemilu di tingkat bawah untuk melakukan rekapitulasi suara.

Sebab, rekapitulasi suara, khususnya pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR serta DPD, harus dilakukan dari tingkat terendah yaitu kelurahan, hingga ke KPU pusat.

Untuk itu, alih-alih menerapkan e-voting, lanjut Heroik, yang lebih mendesak adalah penerapan rekapitulasi suara secara elekteonik atau e-rekap.

"E-rekap lebih relevan digunakan di Indonesia karena selain tetap membuka ruang pengawasan partisipatif dari publik, rekapitulasi elektronik dapat menghadirikan efisiensi dan mempercepat proses rekapitulasi," kata dia.

Jika ke depan sistem e-rekap benar-benar diterapkan, sebelumnya harus ada persiapan yang matang dan uji coba yang berulang-ulang untuk membentuk kepercayaan publik.

Diberitakan sebelumnya, Tito menyebut bahwa untuk mencegah problematika biaya politik tinggi, perlu diterapkan sistem e-voting dalam Pemilu yang akan datang.

Baca juga: Cegah Biaya Politik Tinggi, Tito Kembali Usulkan E-Voting di Pemilu 2024

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com