JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menilai, pemungutan suara secara elektronik atau e-voting belum diperlukan dalam waktu dekat.
Dibanding e-voting, yang lebih dibutuhkan adalah e-rekap atau rekapitulasi suara secara elektronik.
Hal ini menanggapi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo yang menyebut bahwa penerapan e-voting pada pemilu harus mulai dibahas.
"Terkait dengan gagasan e-voting tampaknya itu belum menjadi agenda dalam waktu dekat terutama dalam Pilkada 2020. Kami sedang mengagas tentang e-rekap," kata Komisioner KPU Wahyu Setiawan saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (7/8/2019).
Baca juga: Ini Catatan Bawaslu untuk KPU Jelang Pilkada 2020
Wahyu menilai, penggunaan e-voting belum relevan diterapkan di Indonesia untuk saat ini.
Sebab, prosedur tersebut otomatis akan meniadakan surat suara secara fisik. Padahal, surat suara adalah komponen yang amat penting sebagai arsip pemilu.
Jika ada dugaan kesalahan pencatatan suara, penyelenggara pemilu akan kembali melihat surat suara.
Kemudian, jika ada sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK), surat suara juga bisa digunakan sebagai dokumen yang akurat.
"Misalnya di Mahkamah Konstitusi, MK pertimbangannya jika belum ada keyakinan terhadap dokumen-dokumen administrasi maka kembali ke C1 plano (pencatatan penghitungan suara). Jika tidak C1 plano ya kembali ke surat suara," ujar Wahyu.
"Bisa dibayangkan kalau tidak ada surat suara, fisik surat suara itu enggak akan ada," ucapnya.
Baca juga: KPU: Aturan soal Larangan Eks Koruptor Nyalon di Tangan Pemerintah
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.