Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Praperadilan Nurhadi dkk: Kuasa Hukum Persoalkan SPDP, KPK Ungkit Status DPO

Kompas.com - 10/03/2020, 08:57 WIB
Ardito Ramadhan,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya menggelar sidang gugatan praperadilan yang diajukan eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi melawan Komisi Pemberantasan Korupsi pada Senin (9/3/2020).

Gugatan itu dilayangkan Nurhadi bersama menantunya, Rezky Herbiyono, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto.

Ketiganya berstatus sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA.

Baca juga: Wacana KPK Adili Harun Masiku-Nurhadi secara In Absentia yang Menuai Kritik

Dalam sidang beragenda pembacaan gugatan itu, kuasa hukum Nurhadi dkk mempersoalkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap Nurhadi dkk yang disebut tak sesuai dengan KUHAP.

"SPDP itu tidak sesuai dengan KUHAP. Jadi tata caranya tidak sesuai, waktunya tidak sesuai, itu kan tidak disampaikan secara langsung, harusnya dititipkan kepada kepala desa," kata anggota tim kuasa hukum Nurhadi dkk, Ignatius Supriyadi, setelah sidang.

Dalam surat permohonannya, kuasa hukum menyebut Rezky tidak pernah menerima SPDP. Sedangkan Nurhadi baru mengetahui adanya SPDP itu jauh-jauh hari setelah SPDP diterbitkan pada 10 Desember 2019.

"Karena Termohon mengirimkannya (SPDP) dengan begitu saja ke rumah kosong di wilayah Mojokerto," bunyi surat permohonan yang dibacakan tim kuasa hukum Nurhadi dkk.

Baca juga: Sidang Praperadilan Nurhadi cs, Kuasa Hukum Persoalkan SPDP Kasus

Menurut kuasa hukum, Nurhadi dan Riezky baru mengetahui statusnya sebagai tersangka setelah mendapat informasi dari Hiendra Soenjoto, Handoko Sutjitro, yang kala itu dipanggil sebagai saksi.

Mereka juga tahu dari konferensi pers yang diadakan KPK.

Sementara itu, SPDP terhadap Hiendra disebut tak langsung diserahkan kepada Hiendra sebagai tersangka, melainkan kepada pembantu di rumahnya. Sebab, ketika itu Hiendra sedang tak di rumah.

Menurut kuasa hukum, hal itu melanggar KUHAP. Kuasa hukum mengatakan, SPDP mestinya disampaikan melalui kepala desa setempat, bukan melalui pembantu yang dinilainya tidak mengerti dan mengetahui apa yang diterimanya.

Baca juga: KPK Temukan Mobil dan Motor Mewah Saat Geledah Vila Diduga Milik Nurhadi

Sidang Praperadilan Nurhadi Cs Agenda Mendengarkan Keterangan Ahli dari Pihak KPK di PN Jakarta Selatan, Kamis (16/1/2020)KOMPAS.COM/SANIA Sidang Praperadilan Nurhadi Cs Agenda Mendengarkan Keterangan Ahli dari Pihak KPK di PN Jakarta Selatan, Kamis (16/1/2020)
Di samping itu, kuasa hukum Nurhadi dkk juga mempersoalkan penetapan tersangka yang hanya didasarkan pada Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi tanpa memeriksa Nurhadi dkk sebagai "calon tersangka".

"Penyidikan penetapan tersangka kepada Pak Nurhadi dan kawan-kawan itu hanya didasarkan pada laporan tindak pidana korupsi yang kita anggap laporan itu sama seperti laporan polisi, sehingga belum ada dilakukan proses penyidikan. Oleh karena itu, ini tidak sesuai dengan hukum acara," ujar Ignatius.

Baca juga: Nurhadi dan Harun Masiku Mau Diadili In Absentia, Haris Azhar: Itu Pelarian KPK...

Selanjutnya, kuasa hukum juga menilai uang sejumlah total Rp 33.334.995.000 yang ditransfer Hiendra ke Rezky bukan tindak pidana korupsi, melainkan hubungan keperdataan.

"Peristiwa-peristiwa yang disangkakan itu sebenarnya merupakan peristiwa perdata murni karena itu merupakan hbunngan hukum antara Rezky dengan Pemohon 3, Pak Hiendra Soenjoto," kata Ignatius.

KPK harap praperadilan ditolak

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango berharap hakim PN Jakarta Selatan menolak praperadilan yang diajukan Nurhadi dkk tersebut.

Nawawi mengatakan, hakim mestinya dapat menolak gugatan karena Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 menyatakan, tersangka yang melarikan diri atau masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) tak bisa mengajukan praperadilan.

"SEMA itu kan (SEMA Nomor) 1 (Tahun) 2018 kalau tak keliru, seyogianya tidak menerima praperadilan yang diajukan oleh mereka yang sudah dalam status DPO," kata Nawawi di PN Jakarta Selatan, seusai sidang.

Nawawi yang berlatar belakang sebagai hakim itu menuturkan, walaupun tercantum dalam surat edaran MA, ketentuan soal buronan tak bisa ajukan praperadilan itu hanya bersifat imbauan yang tidak wajib diikuti oleh para hakim.

Baca juga: KPK Harap Praperadilan Nurhadi Cs Ditolak karena Status DPO

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango meninggalkan PN Jakarta Selatan usai mengikuti sidang praperadilan eks Sekretaris MA Nurhadi cs melawan KPK, Senin (9/3/2020).KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango meninggalkan PN Jakarta Selatan usai mengikuti sidang praperadilan eks Sekretaris MA Nurhadi cs melawan KPK, Senin (9/3/2020).
Oleh karena itu, Nawawi mengaku hanya bisa berharap hakim menolak gugatan praperadilan yang diajukan Nurhadi dkk bila berlandaskan pada SEMA Nomor 1 Tahun 2018.

"Sifatnya imbauan kepada hakim kalau surat edaran, itu bedanya sema dengan perma (peraturan Mahkamah Agung). Kalau perma kan harus dipatuhi jadi hukum acara, mungkin ke depannya perlu dipikirkan biar tidak salah tafsir lagi," kata Nawawi.

Sementara itu, anggota Tim Kuasa Hukum Nurhadi dkk Ignatius Supriyadi mengklaim gugatan praperadilan yang diajukan kliennya tetap sah karena didaftarkan sebelum Nurhadi dkk masuk DPO.

Baca juga: Nurhadi dan Harun Masiku Belum Ditemukan, Pimpinan KPK Dinilai Banyak Gimik

Ia beralasan, gugatan praperadilan didaftarkan pada 5 Februari 2020, sedangkan penetapan Nurhadi dkk sebagai DPO baru berlaku setelahnya.

"Sepertinya, permohonan praperadilan ini diajukan sebelum penetapan DPO sehingga tidak kena dengan aturan MA yang menyatakan bahwa seseorang DPO yang tidak bisa mengajukan praperadilan," kata Ignatius.

Sidang praperadilan Nurhadi akan dilanjutkan pada Selasa (10/3/2020) hari ini dengan agenda jawaban dari termohon, yaitu KPK.

Adapun praperadilan yang diajukan Nurhadi dkk kali ini merupakan gugatan kedua yang diajukan Nurhadi dkk. Gugatan pertama yang mereka ajukan sebelumnya telah ditolak PN Jakarta Selatan.

Diketahui, Nurhadi bersama menantunya, Rezky Herbiyono, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto, ditetapkan KPK sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA.

Baca juga: KPK Bawa Harun dan Nurhadi ke Pengadilan In Absentia, ICW: Tidak Tepat

Dalam kasus itu, Nurhadi melalui Rezky diduga telah menerima suap dan gratifikasi dengan nilai mencapai Rp 46 miliar.

Menurut KPK, ada tiga perkara yang menjadi sumber suap dan gratifikasi yang diterima Nurhadi, yakni perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, sengketa saham di PT MIT, dan gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.

Dalam perkara PT MIT vs PT KBN, Rezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com