JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang perdana gugatan praperadilan yang diajukan eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi melawan KPK, Senin (9/3/2020) siang.
Gugatan itu dilayangkan Nurhadi bersama menantunya, Rezky Herbiyono, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto yang ketiganya berstatus sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA.
Dalam sidang beragenda pembacaan gugatan itu, kuasa hukum Nurhadi cs mempersoalkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap Nurhadi cs yang disebut tak sesuai dengan KUHAP.
Baca juga: Nurhadi dan Harun Masiku Mau Diadili In Absentia, Haris Azhar: Itu Pelarian KPK...
"SPDP itu tidak sesuai dengan KUHAP. Jadi tata caranya tidak sesuai, waktunya tidak sesuai, itu kan tidak disampaikan secara lanngsung, harusnya dititipkan kepada kepala desa," kata anggota tin kuasa hukum Nurhadi cs, Ignatius Supriyadi, setelah sidang.
Dalam surat permohonannya, kuasa hukum menyebut Rezky tidak pernah menerima SPDP sedangkan Nurhadi baru mengetahui adanya SPDP itu jauh-jauh hari setelah SPDP diterbitkan pada 10 Desember 2019.
"Karena termohon mengirimkannya (SPDP) dengan begitu saja ke rumah kosong di wilayah Mojokerto," bunyi surat permohonan yang dibacakan tim kuasa hukum Nurhadi cs.
Menurut kuasa hukum, Nurhadi dan Riezky baru memgetahui statusnya sebagai tersangka setelah mendapat informasi dari Hiendra Soenjoto, Handoko Sutjitro yang kala itu dipanggil sebagai saksi, dan konferensi pers KPK.
Sementara itu, SPDP terhadap Hiendra disebut tak langsung diserahkan kepada Hiendra sebagai tersangka melainkan kepada pembantu di rumahnya karena ketika itu Hiendra sedang tak di rumah.
Baca juga: Nurhadi dan Harun Masiku Belum Ditemukan, Pimpinan KPK Dinilai Banyak Gimik
Menurut kuasa hukum, hal itu melanggar KUHAP. Kuasa hukum mengatakan, SPDP mestinya disampaikan melalui kepala desa setempat, bukan melalui pembantu yang dinilainya tidak mengerti dan mengetahui apa yang diterimanya.
Di samping itu, kuasa hukum Nurhadi cs juga mempersoalkan penetapan tersangka yang hanya didasarkan pada Laporan Kenjadian Tindak Pidana Korupsi tanpa memeriksa Nurhadi cs sebagai "calon tersangka".
"Penyidikan penetapan tersangka kepda Pak Nurhadi dan kawan-kawan itu hanya didasarkan pda laporan tindak pidana korupsi yang kita anggap laporan itu sama seperti laporan polisi, sehingga belum ada dilakukan prosss penyidikan. Oleh karena itu, ini tidak sesuai dengan hukum acara," ujar Ignatius.
Selanjutnya, kuasa hukum juga menilai uang sejunlah total Rp 33.334.995.000 yang ditransfer Hiendra ke Rezky bukan tindak pidana korupsi melainkan hubungan keperdataan.
"Peristiwa-peristiwa yang disangkakan itu sebenarnya merupkan peristiwa perdata murni karena itu merupakan hbunngan hukum antara Rezky dengan pemohon 3 Pak Hiendra Soenjoto," kata Ignatius.
Baca juga: Wacana KPK Adili Harun Masiku-Nurhadi secara In Absentia yang Menuai Kritik
Sidang akan dilanjutkan pada Selasa (10/3/2020) besok dengan agenda jawaban dari pihak termohon yaitu KPK.
Diketahui, Nurhadi bersama menantunya, Rezky Herbiyono dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto ditetapkan KPK sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA.
Nurhadi cs kembali mengajukan gugatan praperadilan terhadap KPK di PN Jakarta Selatan meski sebelumnya praperadilan mereka pernah ditolak.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.