JAKARTA, KOMPAS.com - Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap terkait proyek di Dinas Perdagangan dan Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara.
Agung bersama orang kepercayaannya Raden Syahril, Kepala Dinas PUPR Syahbuddin dan Kepala Dinas Perdagangan Wan Hendri diduga sebagai penerima suap.
Sementara dua orang pihak swasta bernama Chandra Safari dan Hendra Wijaya Saleh diduga sebagai pemberi suap.
Terjeratnya Agung oleh KPK ini menambah daftar kepala daerah di Lampung yang terjerat dalam pusaran korupsi. Sebanyak lima kepala daerah di Lampung dijerat oleh KPK pada era kepemimpinan Agus Rahardjo.
Berikut daftar kelima kepala daerah itu;
1. Agung Ilmu Mangkunegara
"Dalam OTT ini, KPK menemukan barang bukti Rp 200 juta sudah diserahkan ke AIM (Agung) dan kemudian diamankan dari kamar bupati," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers, Senin (7/10/2019) malam.
Baca juga: Fakta Baru OTT Bupati Lampung Utara, Warga Potong Kambing hingga Tanggapan Gubernur
Diduga uang ini terkait urusan proyek pembangunan pasar tradisional di Desa Sinar Jaya, Kecamatan Muara Sungkai senilai Rp 1,073 miliar; pembangunan pasar tradisional di Desa Karangsari, Kecamatan Muara Sungkai senilai Rp 1,3 miliar; dan konstruksi pembangunan pasar rakyat tata karya senilai Rp 3,6 miliar.
Dalam proyek Dinas PUPR, sejak tahun 2014, sebelum Syahbuddin menjadi Kepala Dinas PUPR, ia mendapat pesan dari Agung bahwa jika ingin menjadi Kepala Dinas PUPR, harus menyiapkan setoran fee sebesar 20-25 persen dari proyek yang dikerjakan.
"Sedangkan pihak rekanan dalam perkara ini, yaitu CHS (Chandra) sejak tahun 2017 sampai dengan 2019, telah mengerjakan setidaknya 10 proyek di Kabupaten Lampung Utara. Sebagai imbalan atau fee, CHS diwajibkan menyetor uang pada AIM, melalui SYH (Syahbuddin) dan RSY (Raden)," kata Basaria.
Baca juga: KPK Tahan 6 Tersangka Kasus Proyek Pemkab Lampung Utara
Menurut Basaria, terkait proyek di Dinas PUPR, Agung diduga telah menerima uang sebesar Rp 600 juta pada Juli 2019; uang Rp 50 juta pada akhir September 2019 dan Rp 350 juta pada 6 Oktober 2019.
"Diduga uang yang diterima pada September dan Oktober 2019 itu lah yang ditemukan di rumah RSY, orang kepercayaan Bupati. Uang tersebut direncanakan digunakan sewaktu-waktu untuk kepentingan AIM," kata Basaria.
Sebelumnya, Agung bersama 6 orang lainnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) yang berlangsung pada Minggu (6/10/2019) dan Senin (7/10/2019).
Mereka terdiri dari anggota DPRD Lampung Tengah, pihak Pemkab Lampung Tengah dan pihak swasta. Mustafa pun akhirnya ditetapkan sebagai tersangka kasus suap ke DPRD Lampung Tengah.
Baca juga: Pihak Swasta Ini Didakwa Menyuap Mantan Bupati Lampung Tengah
Dalam perkara ini, Mustafa divonis 3 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (23/7/2018).
Mustafa juga diwajibkan membayar denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Selain itu, Mustafa juga dikenai pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 2 tahun setelah selesai menjalani masa pidana pokok.
Mustafa terbukti menyuap beberapa anggota DPRD Lampung Tengah sejumlah Rp 9,6 miliar. Penyuapan itu dilakuan bersama-sama Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah, Taufik Rahman.
Sejumlah anggota DPRD Lampung Tengah periode 2014-2019 yang disebut menerima suap yakni, Natalis Sinaga, Rusliyanto, Achmad Junaidi Sunardi, Raden Zugiri. Kemudian, Bunyana dan Zainuddin.
Pemberian uang tersebut bertujuan agar anggota DPRD tersebut memberikan persetujuan terhadap rencana pinjaman daerah Kabupaten Lampung Tengah kepada PT Sarana Muti Infrastruktur (Persero) sebesar Rp 300 miliar pada tahun anggaran 2018.
Baca juga: Saksi Akui Cicil Setoran Fee Rp 5 Milar Lewat Kenalan Eks Bupati Lampung Tengah
Kemudian, agar anggota DPRD menandatangani surat pernyataan kesediaan Pimpinan DPRD untuk dilakukan pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil Lampung Tengah dalam hal terjadi gagal bayar.
Pada 30 Januari 2019, Mustafa kembali ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara penerimaan fee dari ijon proyek-proyek di lingkungan Dinas Bina Marga dengan kisaran fee sebesar 10 persen hingga 20 persen dari nilai proyek. Nilainya diduga sekitar Rp 95 miliar.
Tujuh orang lainnya yang ikut ditangkap berasal dari unsur anggota DPRD, pihak swasta, dan beberapa orang lainnya.
Adik dari mantan Ketua MPR Zulkifli Hasan ini menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan Tahun Anggaran 2018.
Baca juga: KPK Sita Aset Bupati Lampung Selatan Sekitar Rp 6 Miliar
Pada (19/10/2018) Zainuddin kembali ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang.
Pada saat pengembangan kasus, KPK menemukan dugaan penerimaan dana melalui tersangka lainnya, anggota DPRD Provinsi Lampung, Agus Bhakti Nugroho.
Dugaan penerimaan dana itu bersumber dari proyek-proyek Dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan senilai Rp 57 miliar.
Diduga persentase fee proyek sekitar 15 sampai 17 persen dari nilai proyek. Zainuddin melalui Agus diduga membelanjakan penerimaan dana-dana tersebut.
Zainudin diduga menggunakan penerimaan dana tersebut untuk membayar aset-aset berupa tanah, bangunan hingga kendaraan dengan mengatasnamakan pihak keluarga atau pihak lainnya.
Atas perbuatannya, Zainudin Hasan divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan. Zainudin dianggap terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang.
Baca juga: KPK Eksekusi 2 Terpidana Kasus Bupati Lampung Selatan ke Lapas Sukamiskin
Zainudin juga dihukum membayar uang pengganti Rp 66,7 miliar yang harus dibayarkan dalam jangka waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
Hak politik Zainudin juga dicabut selama tiga tahun seusai yang bersangkutan selesai menjalani masa pidana pokoknya.
Zainudin sempat mengajukan banding, namun ditolak oleh Pengadilan Tinggi Lampung. Majelis hakim tinggi memperkuat putusan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungkarang secara keseluruhan.
Khamami kala itu diduga menerima uang sebesar Rp 1,28 miliar dari pemilik PT Jasa Promix Nusantara (PT JPN) dan PT Secilia Putri, Sibron Azis melalui beberapa perantara.
Uang tersebut dalam bentuk pecahan Rp 100.000 yang terikat dan disimpan di dalam kardus.
Uang tersebut merupakan fee untuk Khamami dari empat proyek di wilayah Kabupaten Mesuji. Keempat proyek tersebut terdiri dari dua proyek yang dikerjakan PT JPN dengan nilai total Rp 12,95 miliar dan dua proyek yang dikerjakan PT SP senilai Rp 2,71 miliar.
Baca juga: Akan Hadapi Persidangan, Penahanan Bupati Mesuji Dipindah
Atas perbuatannya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Lampung pun menjatuhkan vonis kepada Khamami dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 5 bulan kurungan.
Hak politik Khamami juga dicabut selama 4 tahun sejak ia selesai menjalani masa pidana pokoknya.
Bambang menyuap sejumlah anggota DPRD dengan nilai yang bervariasi.
Baca juga: Berkas Penyidikan Lengkap, Bupati Tanggamus Segera Diadili
Atas perbuatannya, Bambang dihukum 2 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tanjungkarang, Senin (22/5/2017).
Ia juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 250 juta subsider 2 bulan kurungan. Majelis hakim saat itu memandang Bambang terbukti memberikan uang Rp 943 juta ke sejumlah anggota DPRD Tanggamus saat itu.
Setelah menjalani vonis dua tahun penjara, Bambang Kurniawan bebas pada sekitar Desember 2018.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.