JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan menyatakan tidak ada wacana menjadikan MPR sebagai lembaga tertinggi dalam amandemen terbatas UUD 1945.
Zulkifli mengatakan, amandemen terbatas UUD 1945 rencananya hanya berupa penghidupan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
"Ya memang enggak ada, yang mau siapa? Yang ada itu baru disepakati amandemen terbatas. Terbatas itu kalau MPR yang akan datang itu mau tergantung lobi-lobi politik hanya model GBHN," kata Zulkifli saat menghadiri milad ke-21 PAN di Pluit, Jumat (23/8/2019).
Baca juga: Amandemen UUD 1945... Digaungkan PDI-P, Diragukan Jokowi
Zulkifli memastikan, MPR sebagai lembaga legislatif tidak akan menjadi lembaga tertinggi negara dan akan tetap berdiri sejajar dengan presiden sebagai lembaga eksektutif.
"Enggak ada yang berubah dan MPR tetap lembaga tinggi sama seperti lain. Itu pun bahannya dibawa ke MPR RI yang akan datang. Kalau (anggota) MPR tiga per empat datang, ya lanjut," ujar Zulkifli.
Presiden Joko Widodo khawatir amendemen UUD 1945 berujung pada kembalinya presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Baca juga: Lewat Amandemen UUD 1945, Indonesia Jangan Dikembalikan ke Masa Lalu
"Itu saling kait mengait. Kalau GBHN dikerjakan oleh MPR, artinya presiden mandataris MPR. Kalau presiden mandataris MPR, artinya presiden dipilih oleh MPR," kata Jokowi dalam acara Satu Meja di Kompas TV, Rabu (21/8/2019).
Jokowi pun menegaskan bahwa ia akan menjadi orang yang pertama kali menolak jika presiden dipilih kembali oleh MPR. Jokowi ingin agar presiden dan wakil presiden tetap dipilih langsung oleh rakyat.
"Karena saya adalah produk dari pilihan langsung oleh rakyat," kata Jokowi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.