Siti Fadilah
Dia juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp 550 juta.
Menurut hakim, Siti terbukti menyalahgunakan wewenang dalam kegiatan pengadaan alat kesehatan (alkes) guna mengantisipasi kejadian luar biasa (KLB) tahun 2005, pada Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) Departemen Kesehatan.
Purnatugas Artidjo
Menariknya, permohonan PK yang diajukan ketiga narapidana kasus korupsi itu tak sampai berselang sebulan pasca Artidjo Alkostar secara resmi pensiun dari jabatan Hakim Agung pada 22 Mei 2018 lalu.
Nama Artidjo Alkostar sangat dikenal sebagai hakim "galak" dalam menjatuhkan hukuman. Terutama bagi para koruptor.
Vonis berat menanti terpidana koruptor jika kasasinya atau PK ditangani Artidjo. Ketukan "palu" Artidjo begitu menakutkan bagi para napi koruptor yang mencoba mendapat keringanan hukuman.
Baca juga: Artidjo: Saya Paling Jengkel Koruptor Ditangkap Masih Cengengesan...
Sejumlah kasus korupsi yang melibatkan pejabat dan politisi pernah ditangani Artidjo. Sebut saja Luthfi Hasan Ishaaq, Angelina Sondakh, Akil Mochtar, hingga Anas Urbaningrum.
Meski demikian, Anas dan Siti Fadilah sama-sama membantah pengajuan PK mereka karena hakim Artidjo telah memasuki masa pensiun.
"Oh tidak. Tidak ada hubungannya, karena perkara saya itu kasasinya dipegang oleh Pak Artidjo," ujar Anas saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis pekan lalu.
Menurut Anas, sesuai ketentuan, hakim yang telah memegang perkara kasasi, tidak akan diberikan tugas untuk menangani pemohon yang sama pada tingkat PK. Dengan demikian, menurut Anas, kapan pun PK diajukan, Artidjo tidak akan lagi menangani perkara yang ia hadapi.
Baca juga: Artidjo Alkostar, 18 Tahun, 19.000 Perkara, dan Urus Kambing...
Pengacara Siti Fadilah, Achmad Kholidin mengatakan, pengajuan PK tersebut murni karena ada bukti baru atau novum yang ditemukan pada Januari 2018 lalu. Kholidin memastikan PK tidak berkaitan dengan pensiunnya Artidjo.
"Karena novum yang kami ajukan baru di dapat pada akhir Januari 2018. Setelah itu, kami kaji dan teliti, sehingga kami baru ajukan sekarang, memang bersamaan dengan pensiunnya hakim Artidjo," kata Kholidin kepada Kompas.com, Senin.