JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly mengatakan, kinerja lembaga penegak hukum sedianya disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang melingkupinya.
Hal senada, lanjut Yasonna, juga berlaku kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberantas korupsi.
Saat ditanya apakah kelembagaan KPK bersifat ad hoc, Yasonna mengatakan bahwa hal itu sebagaimana yang diamanahkan Undang-Undang KPK Nomor 30 Tahun 2002.
"Undang-undangnya kan katakan begitu (ad hoc). Tapi kita kan belum selesai persoalan. Dia dibentuk untuk menguatkan, karena polisi dan jaksa belum bagus, nah begitu," kata Yasonna, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/10/2017).
(Baca juga: Lucunya Anggota Dewan Menyalahkan KPK karena Banyak Korupsi di DPR...)
Oleh karena itu, Yasonna mengatakan, diperlukan adanya perencanaan jangka panjang dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, sehingga lembaga penegak hukum inti seperti polisi dan kejaksaan bisa optimal memberantas korupsi.
Yasonna menambahkan, tiga lembaga penegak hukum yang memiliki kewenangan memberantas korupsi yakni KPK, Polri, dan Kejaksaan harus duduk bersama untuk mendiskusikan perencanaan tersebut.
"Jangan ada kesan saling, ada yang lebih lemah, ada yang lebih kuat, semua menjadi satu gerakan yang sama. Kalau dalam istilah PDI-P itu satu rampak barisan," ucap politisi senior PDI-P itu.