JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Angket Eddy Kusuma Wijaya menilai, operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kerap gaduh karena selalu diekspos.
Hal itu, kata dia, berbeda dengan Polri melalui timnya di Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli). Meski telah melakukan 1.076 OTT, tetapi tidak gaduh.
"Ini seakan kalau melakukan penangkapan oleh penegak hukum lain jangan membuat gaduh. Akhirnya diambil mungkin oleh penegak hukum yang lain bahwa perbuatan gaduh itu jangan diberitahukan kepada masyarakat. Sehingga tak terekspos," kata Eddy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/10/2017).
(baca: Kapolri: Setahun, Saber Pungli Gelar 1.076 OTT Senilai Rp 315 Miliar)
Sementara itu, KPK selalu mengekspos setiap OTT kepada media, sedangkan Polri tidak. Meski mengekspos, Eddy mengatakan, Polri selalu memakai inisial.
Selain itu, kata dia, OTT KPK dilakukan berdasarkan sebuah rencana yang didahului dengan proses penyadapan.
(baca: Politisi PDI-P Samakan KPK dengan Oknum Polantas yang Tunggu Kesalahan)
Ia menambahkan, KPK juga keliru menamakannya sebagai OTT karena sudah didahului dengan laporan masyarakat.
"(Masalahnya) di perbuatan dan penamaan. Perbuatannya penangkapan tapi dinamai OTT," lanjut politisi PDI-P itu.
Sebelumnya Pansus Angket KPK mempermasalahkan OTT yang dilakukan KPK. Mereka menganggap OTT yang dilakukan KPK tidak tepat karena tidak selalu disertai barang bukti pada saat penangkapan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.