Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uji Materi, ACTA Nilai Penerbitan Perppu Ormas Tak Sesuai Aturan

Kompas.com - 28/08/2017, 15:19 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua anggota Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) yang mengajukan uji materi terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas), menjalani sidang di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (28/8/2017).

Kedua anggota ACTA tersebut yakni Herdiansyah dan Ali Hakim Lubis.

Sidang hari ini merupakan sidang kedua dengan agenda membacakan poin-poin permohonan yang telah direvisi berdasarkan saran hakim konstitusi pada sidang sebelumnya, Rabu (23/8/2017).

Hendarsam Marantoko selaku kuasa hukum para pemohon menyatakan bahwa pihaknya memutuskan untuk fokus mempersoalkan penerbitan Perppu Ormas.

Menurut dia, penerbitan Perppu Ormas tidak dalam keadaan genting dan mendesak sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UUD 1945.

"Kami uji formil saja," kata Hendarsam kepada Majelis Sidang Panel yang dipimpin oleh Ketua MK Arief Hidayat.

Untuk memperkuat kedudukan hukum, Hendarsam menilai bahwa penerbitan Perppu Ormas berpotensi merugikan hak konstitusional kliennya.

(Baca juga: Takut Dibubarkan, ACTA Ikutan Gugat Perppu Ormas)

Ia menjelaskan, Perppu Ormas telah menghapuskan peran pengadilan dalam menentukan ormas yang bertentangan dengan Pancasila.

Dengan demikian, menurut dia, secara subyektif pemerintah bebas menilai ormas mana saja yang tergolong anti-Pancasila, termasuk ormas yang kerap mengkritik pemerintah.

"Pencabutan badan hukum kepada ormas apa pun hanya berdasarkan alasan-alasan subyektif, suka atau tidak suka, termasuk organisasi di mana para pemohon menjadi anggota ormas, yaitu ACTA yang memang kerap berbeda pendapat dengan pemerintah," kata dia.

Hendarsam meminta MK membatalkan berlakunya Perppu Ormas.

"Menyatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat," kata Hendarsam.

Kompas TV Jokowi Dituding Presiden Diktator (Bag 2)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com