JAKARTA, KOMPAS.com - Dua anggota Advokat Cinta Tanah Air (ACTA), Herdiansyah dan Ali Hakim Lubis, menggugat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas).
Keduanya beralasan, berlakunya Perrpu Ormas berpotensi merugikan hak konstitusionalnya.
Hendarsam, salah satu kuasa hukum pemohon uji materi mengatakan bahwa secara formil penerbitan Perppu Ormas telah menyalahi prosedur.
Kesadaran terjadi lantaran tidak ada keadaan genting dan mendesak yang menjadi salah satu alasan penerbitan Perppu sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UUD 1945.
"Tidak adanya keadaan darurat atau keadaan genting ini merupakan tindakan sewenang-wenang pemerintah," kata Hendarsam dalam sidang perdana uji materi yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (23/8/2017).
Hendarsam mengatakan, penerbitan Perppu Ormas membatasi hak warga negara untuk berserikat dan berkumpul. Hal ini merugikan hak konstitusional pemohon.
(Baca: Dalam Rekomendasi Rakernas, PAN Minta DPR Kaji Ulang Perppu Ormas)
Hendarsam meminta agar MK mencabut berlakunya Perppu Ormas, sebab bertentangan dengan Pasal 28 E UUD 1945.
"Menyatakan Perppu ormas bertentangan dengan UUD 1945. Menyatakan Perppu Ormas dihapus serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata dia.
Menanggapi permohonan tersebut, Ketua MK Arief Hidayat meminta pemohon lebih memperjelas perihal kerugian konstitusional pemohon.
Selain itu, ia juga meminta pemohon mempertegas permohonan yang diajukan tersebut adalah menguji berlakunya Perppu Ormas (uji formil) atau sejumlah ketentuan dalam Perppu Ormas (uji materiil).
(Baca: Gedung Baru dan Apartemen DPR, Jadi Alat Barter Perppu Ormas?)
"Kalau pengujian formil bisa saja mengatakan bahwa seluruh undangang-undang Perppu ini bertentangankarena proses pembentukannya tidak sesuai dengan undang-undang dan tata cara pembentukan Perpu," kata Arief.
Ditemui usai persidangan, Herdiansyah menilai, berlakunya Perppu Ormas mengancam organisasi-organisasi yang ada, termasuk ACTA.
"Kita kan enggak tahu suatu saat (bisa saja) ACTA dibubarin, karena dianggap (bertentangan dengan Pancasila), ini tanpa pengadilan tanpa pembelaan," kata Herdiansyah.