JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo heran, Undang-undang Pemilu kini ramai-ramai digugat ke Mahkamah Konstitusi, termasuk oleh partai politik.
Padahal, ia menegaskan bahwa UU tersebut disusun bersama antara pemerintah dan fraksi partai politik yang ada di DPR.
"Ini saya kira aneh-aneh saja. Digugat oleh DPR, pimpinan partai politik, tokoh masyarakat, tokoh nasional, pemerintah dianggap membuat undang-undang menyimpang dari konstitusi," kata Tjahjo dalam rapat kerja nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di Jakarta, Kamis (3/8/2017).
Tjahjo juga menyesalkan para penggugat UU Pemilu itu bicara di media bahwa UU Pemilu melanggar konstitusi.
(baca: Prabowo: Presidential Threshold Lelucon Politik yang Menipu Rakyat)
Padahal, uji materi baru akan didaftarkan dan MK belum mengeluarkan putusannya.
"Lho ini yang bodoh yang mana sih? Yang lelucon yang mana sih? Yang berhak menentukan sebuah undang-undang melanggar konstitusi, menyimpang dari UUD, itu bukan ketua umum ormas, bukan ketua umum partai politik, bukan mantan presiden, bukan anggota DPR, tapi Mahkamah Konstitusi," tegas Tjahjo.
Menurut dia, hal serupa terjadi pada Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
(baca: Demokrat Akan Gugat UU Pemilu ke MK)
Ia menyebut bahwa UU itu dibuat bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan DPR.
Namun, Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) justru menggugat UU tersebut ke MK.
"Itu lah Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Tjahjo disambut tawa hadirin.
Tjahjo menambahkan, saat ini pemerintah tengah menyusun UU tentang hubungan keuangan pusat dan daerah.
(baca: Yusril Gugat UU Pemilu karena Ingin Nyapres)
Ia berharap, Kementerian Keuangan mempersiapkan UU ini dengan turut berkoodinasi dengan Pemda. Jika tidak, ia khawatir UU ini juga akan kembali digugat.