Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Tolak Uji Materi Terkait Masa Jabatan Hakim Konstitusi

Kompas.com - 19/07/2017, 15:02 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Masa jabatan hakim konstitusi yang diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi tetap selama lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

Hal itu menjadi kesimpulan dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi yang diajukan oleh Center for Strategic Studies University of Indonesia (CSSUI).

Dalam putusannya MK menolak permohonan CSSUI.

"Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK, Arief Hidayat dalam sidang putusan di MK, Jakarta Pusat, Rabu (19/7/2017).

(baca: CSS UI: Yang Kami Mohon ke MK adalah Masa Jabatan Hakim Hingga Pensiun)

Alasannya, MK menilai pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan.

CSSUI sebelumnya beralasan bahwa sebagai lembaga penelitian yang mengkaji dampak dari suatu kebijakan, pihaknya berhak mengajukan uji materi.

Perihal masa jabatan hakim selama lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya dinilai CSSUI membuat pelaksanaan tugas tidak maksimal.

Sebab, seorang hakim menjadi tidak dapat memberikan kemampuan dan pemikiran terbaiknya secara maksimal demi terwujudnya negara hukum dan kekuasaan kehakiman yang merdeka.

Oleh karena itu, CSSUI selaku pemohon juga dirugikan dengan ketentuan tersebut.

(baca: "Lebih Baik MK Tak Memproses Uji Materi Masa Jabatan Hakim Konstitusi")

Namun demikian, Mahkamah menilai tidak ada relevansi antara latar belakang pembentukan CSSUI dengan pokok permohonan.

Terlebih lagi, Pemohon tidak melampirkan bukti Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga CSSUI yang memungkinkan Mahkamah mempertimbangkan ada atau tidaknya kepentingan hukum Pemohon yang berkaitan dengan norma undang-undang yang diuji.

Sebelumnya, uji materi terkait masa jabatan hakim yang dajukan CSSUI sempat menjadi polemik di kalangan pengamat.

Bahkan, sejumlah pihak meminta agar MK tak memproses uji materi tersebut. Sebab, dikhawatirkan akan timbul konflik kepentingan di dalam hakim MK itu sendiri.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil mengatakan, ada asas umum di dunia hukum yang menyebutkan bahwa seorang hakim tidak boleh mengadili persoalan atas dirinya. Dalam bahasa latin disebut "nemo judex in causa sua".

Selain itu, adanya masa jabatan guna mencegah kerancuan sistem.

"Tanpa pembatasan akan menimbulkan kecenderungan korup di kemudian," kata Fadli di gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (28/11/2016).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com