JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) membawa sejumlah "oleh-oleh" dari kunjungan kerja ke Jerman dan Meksiko.
Dalam kunjungan kerja itu, Pansus menelaah penyelenggaraan pemilu di dua negara tersebut.
Salah satunya terkait penyelenggara pemilu.
Keanggotaan Instituto Nacional Electoral (INE) atau KPU di Meksiko juga diisi oleh unsur partai politik.
Komposisi tersebut dinilai efektif dalam melakukan lobi-lobi kepada partai politik.
"KPU-nya sangat efektif untuk melakukan lobi kepada partai-partai," ujar Anggota Pansus RUU Pemilu Rambe Kamarul Zaman, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3/2017).
Politisi Partai Golkar ini mencontohkan, dari 114 undang-undang yang diajukan oleh pemerintah, 84 di antaranya dibahas oleh kongres.
Rambe mengaku tak sepakat jika anggota KPU yang berasal dari partai politik berpotensi cenderung mengedepankan kepentingan politiknya.
Menurut dia, ada syarat-syarat yang diberlakukan untuk meminimalisasi hal tersebut.
Misalnya, syarat bahwa seseorang harus sudah non-aktif sebagai pengurus partai minimal dalam lima tahun terakhir.
"Itu diberikan syarat-syarat. Baru diajukan oleh partai politik," kata Rambe.
Namun, "oleh-oleh" yang dibawa dari kunjungan kerja tak seluruhnya bisa diadopsi di Indonesia.
Tak hanya terkait dengan keanggotaan KPU, tetapi juga untuk ketentuan-ketentuan lainnya.
"Tidak semua yang di sana harus kita adopsi. Tapi bukan tidak menjadi catatan pemikiran kita dalam diplomasi parlemen yang kita lakukan, bahwa mereka gunakan begitu berhasil," kata dia.
Keanggotaan KPU dari partai politik pernah diterapkan di Indonesia pada Pemilu 1999.