Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Kompas.com - 23/04/2024, 19:55 WIB
Vitorio Mantalean,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR RI dari fraksi PKB, Yanuar Prihatin, menilai revisi UU Pemilu diperlukan sebagai evaluasi Pemilu 2024 yang sarat masalah.

Problematisnya Pemilu 2024 terlihat dari tidak bulatnya sikap delapan hakim konstitusi dalam putusan sengketa Pilpres 2024.

Sebanyak tiga hakim menganggap terjadi penyalahgunaan wewenang yang membuat pemungutan suara perlu diulang di sejumlah wilayah berpenduduk besar.

Yanuar menyoroti pentingnya pengaturan yang lebih ketat berkaitan dengan sanksi buat pejabat agar tidak terjadi kamuflase kampanye memakai fasilitas negara.

Baca juga: TPN Ganjar Nilai Putusan MK Tak Otomatis Berlaku, DPR dan Pemerintah Perlu Revisi UU Pemilu

Sanksi yang berat atas pelanggaran tersebut harus jelas, terukur dan nyata, serta menjadi kewenangan Bawaslu dan wajib dipatuhi oleh pejabat yang bersangkutan jika terbukti melanggar.

"Selama ini, tanpa sanksi yang berat dan jelas, presiden dan para menteri bisa seenaknya mempengaruhi pilihan politik rakyat dengan menggunakan fasilitas negara dan memanfaatkan kewenangannya secara terbuka untuk tujuan elektoral," ungkap Yanuar dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Selasa (23/4/2024).

"Pertama, secara teknis harus dipertegas ulang jadwal cuti khusus untuk para pejabat ini saat ingin kampanye politik. Durasi waktu atau jumlah harinya harus jelas, dan semua jadwal cuti ini wajib dilaporkan kepada KPU dan Bawaslu secara resmi," ujar dia.

Selama cuti seluruh fasilitas negara yang melekat pada dirinya harus dilepaskan, seperti mobil dinas, protokol dan ajudan yang dibiayai negara, kewenangan pembagian program pemerintah, dan lain-lain, imbuh Yanuar.

Dalam revisi UU Pemilu itu, Yanuar menilai, pembagian bansos, beasiswa, sertifikat tanah, uang, hingga peresmian-peresmian sarana/prasarana yang berdampak pada masyarakat harus diatur ulang waktunya agar tidak tumpang tindih di masa-masa kampanye.

Ia berpendapat, sorotan Mahkamah Konstitusi (MK) agar perjalanan dinas pejabat negara diatur ulang supaya tidak berimpitan dengan jadwal kampanye layak ditindaklanjuti.


Baca juga: Uji Materi Presidential Threshold Ditolak MK, PKS Bakal Berjuang Melalui Revisi UU Pemilu

"Saya kira sangat penting untuk mengatur ulang kampanye para pejabat negara setingkat presiden/wakil presiden dan menteri ini. Selama ini mereka, sadar atau tidak sadar, seringkali menyalahgunakan kewenangannya sebagai pejabat untuk kepentingan elektoral," jelas Yanuar.

Ia menyinggung contoh, fasilitas negara dan program-program pemerintah yang instan, semisal bansos dan sejenisnya, tidak boleh lagi disalahgunakan untuk tujuan politik praktis.

Pemilu 2024, ungkapnya, memberi pelajaran sangat berharga bahwa pemilu yang tidak jujur dan tidak adil akan melahirkan kecurangan yang terus berulang karena penyalahgunaan wewenang ini.

MK soroti siasat pejabat negara

Sebelumnya diberitakan, dalam putusan sengketa Pilpres 2024, MK menyoroti siasat pejabat negara yang juga ketua umum partai politik yang melakukan kampanye pada hari yang berdekatan dengan perjalanan dinas mereka.

MK mengambil contoh perjalanan dinas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang melakukan pembagian sembako.

Pasalnya, setelah bagi-bagi sembako, ia setelahnya menghadiri kampanye Partai Golkar sebagai ketua umum, dan juga hadir pada kegiatan yang dilakukan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dalam kegiatan APPSI di Semarang.

Halaman:


Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com