JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Univesitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar menyebut bahwa pandangan yang menilai pelantikan Nawawi Pomolango sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara terindikasi cacat hukum adalah salah.
Zainal mengatakan, pengangkatan Nawawi cebagai Ketua KPK sementara menggantikan Firli Bahuri yang menjadi tersangka mengacu ke Pasal 33A Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002.
Perppu tersebut telah disahkan menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 10 tahun 2015.
Pasal 33A Ayat (5) UU tersebut menyatakan, “Dalam hal kekosongan keanggotaan Pimpinan KPK menyangkut Ketua, Ketua sementara dipilih dan ditetapkan oleh Presiden”.
Baca juga: Nawawi Pomolango Tegaskan Penangkapan Harun Masiku Masih Jadi Prioritas KPK
Zainal mengatakan, UU 2015 tersebut tetap berlaku meskipun saat ini sudah ada UU KPK Nomor 19 Tahun 2019.
Sebab, tidak ada ketentuan dalam UU Nomor 19 tahun 2019 yang mencabut UU Nomor 10 2015. Selain itu, UU tahun 2019 juga hanya mengganti UU KPK lama tahun 2002.
“Iya (UU KPK baru tak mengganti UU Nomor 10 Tahun 2015). Karena Perppu (yang menjadi UU Nomor 10 Tahun 2015) mengatur hal yang berbeda, yakni soal pemberhentian sementara,” kata Zainal saat dihubungi Kompas.com, Senin (27/11/2023).
Lebih lanjut, Zainal juga menjelaskan bahwa Pasal 70B UU Nomor 19 tahun 2019 tidak membatalkan UU Nomor 2015 yang mengatur tentang pemberhentian sementara pimpinan KPK.
Baca juga: Nawawi Pomolango Sebut KPK Akan Bahas soal Bantuan Hukum untuk Firli Bahuri
Pasal 70B UU KPK tahun 2019 itu berbunyi, “Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku”.
“Apakah Perppu bertentangan dengan ini? Enggak. Karena mengatur hal yang berbeda,” kata Zainal.
Selain itu, Zainal juga menyebut poin pada pertimbangan UU KPK 2019 yang menyebut bahwa, “ketentuan terkait KPK sebagaimana dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 yang diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 2015 sudah tidak sesuai lagi dengan ketatanegaraan, perkembangan hukum, dan kebutuhan masyarakat sehingga Undang-Undang tersebut perlu diubah”, tidak membuat Perppu atau UU Nomor 10 2015 tidak sah.
Sebab, tidak ada ketentuan dalam UU Nomor 10 tahun 2015 yang perlu diubah dengan UU KPK Tahun 2019.
“Yang mana yang perlu diubah? Karena itu mengatur hal yang berbeda dengan yang UU 2019,” ujar Zainal.
“Yang harus dibaca bukan di situ (pertimbangan UU KPK Tahun 2019), tapi di aturan peralihan,” katanya lagi.
Baca juga: Eks Penyidik Bantah Pelantikan Ketua KPK Sementara Nawawi Pomolango Terindikasi Cacat Hukum
Terpisah, mantan penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap mengatakan, keberadaan UU KPK Tahun 2019 tidak lantas mengubah semua aturan di UU sebelumnya.