Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Hukum Tata Negara UGM Sebut Sah Pelantikan Nawawi Jadi Ketua KPK Sementara

Kompas.com - 27/11/2023, 16:40 WIB
Syakirun Ni'am,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Univesitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar menyebut bahwa pandangan yang menilai pelantikan Nawawi Pomolango sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara terindikasi cacat hukum adalah salah.

Zainal mengatakan, pengangkatan Nawawi cebagai Ketua KPK sementara menggantikan Firli Bahuri yang menjadi tersangka mengacu ke Pasal 33A Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002.

Perppu tersebut telah disahkan menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 10 tahun 2015.

Pasal 33A Ayat (5) UU tersebut menyatakan, “Dalam hal kekosongan keanggotaan Pimpinan KPK menyangkut Ketua, Ketua sementara dipilih dan ditetapkan oleh Presiden”.

Baca juga: Nawawi Pomolango Tegaskan Penangkapan Harun Masiku Masih Jadi Prioritas KPK 

Zainal mengatakan, UU 2015 tersebut tetap berlaku meskipun saat ini sudah ada UU KPK Nomor 19 Tahun 2019.

Sebab, tidak ada ketentuan dalam UU Nomor 19 tahun 2019 yang mencabut UU Nomor 10 2015. Selain itu, UU tahun 2019 juga hanya mengganti UU KPK lama tahun 2002.

“Iya (UU KPK baru tak mengganti UU Nomor 10 Tahun 2015). Karena Perppu (yang menjadi UU Nomor 10 Tahun 2015) mengatur hal yang berbeda, yakni soal pemberhentian sementara,” kata Zainal saat dihubungi Kompas.com, Senin (27/11/2023).

Lebih lanjut, Zainal juga menjelaskan bahwa Pasal 70B UU Nomor 19 tahun 2019 tidak membatalkan UU Nomor 2015 yang mengatur tentang pemberhentian sementara pimpinan KPK.

 Baca juga: Nawawi Pomolango Sebut KPK Akan Bahas soal Bantuan Hukum untuk Firli Bahuri

Pasal 70B UU KPK tahun 2019 itu berbunyi, “Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku”.

“Apakah Perppu bertentangan dengan ini? Enggak. Karena mengatur hal yang berbeda,” kata Zainal.

Selain itu, Zainal juga menyebut poin pada pertimbangan UU KPK 2019 yang menyebut bahwa, “ketentuan terkait KPK sebagaimana dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 yang diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 2015 sudah tidak sesuai lagi dengan ketatanegaraan, perkembangan hukum, dan kebutuhan masyarakat sehingga Undang-Undang tersebut perlu diubah”, tidak membuat Perppu atau UU Nomor 10 2015 tidak sah.

Sebab, tidak ada ketentuan dalam UU Nomor 10 tahun 2015 yang perlu diubah dengan UU KPK Tahun 2019.

“Yang mana yang perlu diubah? Karena itu mengatur hal yang berbeda dengan yang UU 2019,” ujar Zainal.

“Yang harus dibaca bukan di situ (pertimbangan UU KPK Tahun 2019), tapi di aturan peralihan,” katanya lagi.

 Baca juga: Eks Penyidik Bantah Pelantikan Ketua KPK Sementara Nawawi Pomolango Terindikasi Cacat Hukum

Terpisah, mantan penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap mengatakan, keberadaan UU KPK Tahun 2019 tidak lantas mengubah semua aturan di UU sebelumnya.

Ketentuan dalam UU KPK Nomor 30 Tahun 2002 dan UU Nomor 10 Tahun 2015 yang tidak diatur lagi dalam UU KPK Tahun 2019 masih tetap berlaku.

Ketentuan dalam dua UU lama, selama tidak bertentangan dengan UU KPK Tahun 2019 tetap berlaku.

“Jadi enggak semuanya diubah, ada yang di dalam UU itu yang Nomor 19 Tahun 2019 maka ketika dia bertentangan dengan dua sebelumnya, maka yang berlaku 2019. Tapi, kalau enggak diatur (dalam 2019), yang sebelumnya itu berlaku,” kata Yudi.

 Baca juga: Jokowi Resmi Lantik Nawawi Pomolango Jadi Ketua KPK

Sebelumnya, Romli menyebut bahwa pelantikan Nawawi sebagai Ketua KPK sementara terindikasi cacat hukum.

Menurut Romli, Pimpinan KPK harus berjumlah lima orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 21 ayat (1) UU Nomor 30 tahun 2002 dan UU Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK.

Oleh karenanya, dengan pelantikan Nawawi sebagai Ketua KPK sementara, jumlah pimpinan KPK masih empat orang.

Dalam analisisnya, Romli mengatakan, seharusnya Presiden Jokowi terlebih dahulu mengajukan calon pengganti Firli ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan tidak menunjuk langsung Nawawi yang merupakan Wakil Ketua KPK.

Baca juga: Pelantikan Nawawi Pomolango sebagai Ketua KPK Diperkirakan Cacat Hukum

Romli juga menyebut bahwa ketentuan pengisian keanggotaan semantara pimpinan KPK belum diatur dalam UU KPK Nomor 30 tahun 2002.

Ia juga menilai bahwa ketentuan dalam UU Nomor 10 Tahun 2015 bertentangan secara diametral dengan ketentuan yang sama dalam UU KPK Nomor 19 tahun 2019.

"Prosedur penunjukkan Nawawi Pomolango untuk menggantikan Firli Bahuri selaku Ketua KPK mengandung cacat hukum sehingga prosedur penunjukkan dimaksud batal demi hukum dan karenanya segala tindakan hukum KPK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya menjadi tidak sah dan batal demi hukum atau dapat dibatalkan," kata Romli dalam keterangan pers yang dikutip pada Senin (27/11/2023).

Adapun Firli Bahuri diberhentikan sementara karena ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), gratifikasi, dan penerimaan hadiah/janji

Baca juga: Jadi Ketua KPK Sementara, Nawawi Pomolango Akui Dapat Tugas Berat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com