Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Perampasan Aset Diharap Bikin Calon Koruptor Ketar-ketir

Kompas.com - 19/05/2023, 23:11 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana atau RUU Perampasan Aset dinilai menjadi salah satu solusi buat pihak-pihak yang hendak melakukan kejahatan keuangan, seperti korupsi, penggelapan, atau penyelenggara negara yang memanipulasi laporan harta kekayaan berpikir ulang.

Selain itu, RUU ini juga dinilai memberi payung hukum bagi pemerintah dalam menelusuri aset atau uang hasil tindak pidana pencucian uang, tindak pidana korupsi, hingga tindak pidana ekonomi hingga kejahatan keuangan.

"Karena motivasi manusia melakukan kejahatan ini kan mencari uang, mencari aset. Kalau asetnya dirampas, motifnya jadi hilang, jadi berkurang. Itu cara kerjanya," kata pakar hukum perbankan Yunus Husein, seperti dikutip dari wawancara eksklusif di program Ni Luh di Kompas TV, Jumat (19/5/2023).

Yunus yang merupakan perumus RUU Perampasan Aset mengatakan, naskah akademik rancangan beleid itu sebenarnya sudah disusung sejak 2008. Tepatnya saat dia masih menjabat sebagai Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Baca juga: Surpres RUU Perampasan Aset Tak Dibacakan Saat Sidang Paripurna, Puan: Belum Masuk Mekanisme

Yunus merupakan ahli hukum perbankan yang menjadi Ketua PPATK pertama. Yunus juga merupakan orang yang menjadi perintis berdirinya Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Menurut Yunus, RUU Perampasan Aset sangat penting dalam pencegahan tindak pidana pencucian uang. Penyebabnya adalah RUU itu memberikan ruang bagi penyidik untuk menerapkan pendekatan mengikuti aliran uang atau aset hasil kejahatan (follow the money).

Yunus menambahkan, dengan rancangan beleid itu, negara diharapkan dapat memaksimalkan perolehan dari hasil tindak pidana.

"Paling tidak ada semacam profit center, hasil dari kejahatan itu dengan asset recovery sehingga biaya yang terlalu besar untuk penegakan hukum bisa sedikit dikurangi. Bayangkan satu perkara besar biayanya bisa ratusan juta," ucap Yunus.

Yunus mengatakan, selama ini negara terbebani oleh biaya penanganan perkara dalam menghadapi sebuah tindak kejahatan ekonomi atau keuangan.

Baca juga: Adik Rafael Alun Diperiksa KPK soal Asal-usul Aset Fantastis Sang Kakak

Negara, kata Yunus, harus merogoh kocek cukup dalam terkait proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga pengadilan sebuah tindak kejahatan ekonomi.

Akan tetapi, menurut Yunus, hasil pengembalian dari penyelesaian sebuah kasus kejahatan tidak sepadan dengan biaya yang dikeluarkan.

Penyebabnya, kata Yunus, aset yang dirampas negara tidak signifikan dengan perbuatan pelaku kejahatan.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah mengirimkan surat presiden (surpres) terkait pembahasan RUU Perampasan Aset berikut naskah RUU kepada pimpinan DPR pada 4 Mei 2023.

Baca juga: ICW Minta Pembahasan RUU Perampasan Aset Terbuka dan Akomodasi Masukan Publik

Dalam surpres tersebut, Presiden Jokowi memberi tugas kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kapolri Listyo Sigit Prabowo sebagai wakil pemerintah membahas RUU tersebut di DPR.

Draf RUU Perampasan Aset yang disampaikan pemerintah kepada DPR terdiri dari 7 bab dan 68 pasal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com