JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) untuk memublikasikan setiap pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana.
Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Lalola Easter mengatakan, hal tersebut penting dilakukan untuk mengikutsertakan publik dalam pembahasan RUU yang nantinya akan berdampak pada publik pula.
"Pertama tentu kami mendorong agar DPR dalam setiap pembahasan dengan pemerintah itu dipublikasi karena kan sudah ada YouTube DPR RI, Komisi III juga kalau tidak salah punya akun YouTube sendiri yang mana itu harusnya jadi kanal publikasi sehingga publik juga bisa mengikuti," ujar Lalola saat dikonfirmasi pada Kamis (11/5/2023).
Menurutnya, DPR RI perlu membuka seluas-luasnya ruang untuk publik memberikan masukan terkait rumusan RUU Perampasan Aset.
Baca juga: ICW Minta RUU Perampasan Aset Selesai Dibahas Sebelum Pemilu 2024
Hal itu tentunya agar hasil akhir dari pembahasan RUU tersebut merupakan rumusan yang paling baik dan bisa diimplementasikan secara produktif untuk memberantas korupsi dan pencucian uang.
"Jadi jangan sampai RUU-nya oke misalkan di UU, tapi misalkan substansinya ternyata ngga maksimal dan kontraproduktif, nah itu yang harus dihindari," jelasnya.
Namun, setelah nantinya DPR RI membuka ruang untuk publik memberikan masukan terkait rumusan RUU tersebut, DPR juga harus mengakomodasi masukan dari masyarakat.
"Dan harus diakomodasi juga, maksudnya kalau sekedar formalitas bisa aja dia mengundang, terus ada dengar pendapat, tapi kalau kemudian masukannya tidak diakomodasi kemudian, ya buat apa?" imbuhnya.
Baca juga: Draf RUU Perampasan Aset: Aset yang Dirampas Negara Tak Bisa Diminta Kembali
Lalola lantas menekankan bahwa keterbukaan pembahasan RUU Perampasan Aset nantinya harus subtantif serta menimbang dan mementingkan nilai-nilai atas kepentingan rakyat.
"Jadi memang itu harus subtantif, jangan hanya prosedural aja," ucapnya.
Adapun surpres RUU Perampasan Aset telah diterima DPR pada Kamis, (4/5/2023). Hal tersebut dikonfirmasi oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar.
"Iya betul, DPR sudah menerima Surpres tersebut tanggal 4 Mei," kata Indra dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (8/5/2023).
Namun, Indra menyampaikan bahwa DPR saat ini masih dalam kegiatan reses. Sementara masa sidang pembukaan baru akan dilakukan pada 16 Mei 2023. Menurutnya, surpres yang masuk harus dibahas melalui mekanisme rapat pimpinan (rapim). "Setelah rapim, lalu dibawa ke rapat Bamus untuk penugasan kepada AKD yang ditugaskan dan dilaporkan terlebih dahulu dalam paripurna," kata Indra.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.