JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berencana memanggil pengurus Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) terkait kasus gagal ginjal akut.
Sub Komisi Penegakan HAM Komisioner Pengaduan Hari Kurniawan mengatakan, pemanggilan pengurus IDAI tersebut untuk dimintai keterangan perihal peran IDAI terhadap kasus tersebut.
"Kita akan minta keterangan selanjutnya dari IDAI, untuk melihat bagaimana peran IDAI terhadap persoalan ini, misalnya gagal ginjal akut ini," ujar Hari saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin (2/1/2023).
Baca juga: Penjelasan Komnas HAM Belum Tetapkan Tim Ad Hoc Terkait Kasus Gagal Ginjal
Namun demikian, kata Hari, terkait jadwal pemanggilan masih belum ditentukan karena beberapa alasan.
Pertama, terkait suasana libur akhir tahun yang masih terasa sehingga dilakukan penundaan pemanggilan.
Selain itu, kata Hari, tim pemantauan Komnas HAM masih melakukan analisis terkait dengan temuan yang sudah dikantongi sejauh ini.
"Belum kita putuskan (jadwal pemanggilan), karena dari kemarin kita belum mulai lagi, masih kita analisis di pemantauan," imbuh dia.
Hari juga menjelaskan, Komnas HAM telah memanggil dua ahli untuk memandang kasus tersebut dari sisi hukum kesehatan dan sisi biostatistika.
Ahli pertama merupakan ahli hukum kesehatan dari Universitas Andalas Siska Elvandari.
Ahli lain yang dimintai keterangan adalah Dosen Biostatistika Universitas Indonesia yang juga dikenal sebagai epidemiolog Pandu Riono.
Baca juga: Ketika BPOM Protes Disalahkan BPKN soal Gagal Ginjal, Sebut Pemeriksaan Sewenang-wenang
Hari menjelaskan, dua ahli tersebut dimintai keterangan untuk menguatkan teori-teori kasus gagal ginjal yang telah menewaskan ratusan anak itu.
"Kami meminta keterangan ahli untuk memperkuat teori-teori kami terkait gagal ginjal akut ini," imbuh Hari.
Hari mengatakan, dari keterangan Pandu Riono menyebutkan bahwa pemerintah belum maksimal memberikan upaya pemulihan kepada korban.
"Dia melihat bahwa pemerintah belum memberikan layanan secara maksimal terkait ganti kerugian terhadap korban, kemudian biaya pengobatan," imbuh Hari.
Hal tersebut, kata Hari, senada dengan disampaikan oleh tim advokat untuk kemanusiaan (TANDUK) saat mengajukan aduan ke Komnas HAM bersama keluarga korban, 9 Desember 2022.