JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyatakan keberatan atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI (ORI) mengenai proses alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) melalui tes wawasan kebangsaan (TWK).
Wakil Kepala BKN, Supranawa Yusuf mengatakan, pihaknya telah melayangkan dokumen penjelasan atas keberatan tersebut kepada Ketua Ombudsman RI.
Hal itu sebagaimana Peraturan Ombdusman RI Nomor 48 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Ombudsman RI Nomor 26 Tahun 2017 tentang Tata Cara penerimaan, Pemeriksaan, dan Penyelesaian Laporan khususnya di Pasal 25 Ayat 6 b.
"BKN sudah memberikan tanggapan, dan per hari ini sudah dikirim ke ORI surat yang sudah ditandatangani oleh kepala BKN ditujukan kepada Ketua Ombudsman RI," ujar Yusuf dalam konferensi pers, Jumat (13/8/2021).
Yusuf mengatakan, dalam dokumen keberatan atas LAHP Ombudsman RI yang disampaikan, terdapat lampiran sebagai kelengkapan atas tanggapan BKN.
Baca juga: Komnas HAM Rampungkan Penyelidikan Terkait TWK Pegawai KPK
Ia menyebut, setidaknya ada dua lampiran penjelasan dalam dokumen yang dikirimkan BKN yakni terkait tindakan korektif yang disarankan ORI dan permintaan agar BKN melakukan penelaahan aturan.
"Karena di dalam kesimpulan ORI itu juga menginggung hal-hal mulai proses, pelaksanaan sampai dengan kesimpulan, dan singgungannya tersebut menurut kami kurang tepat," kata Yusuf.
"Nah melalui pintu inilah, kami, BKN menggunakan hak untuk menyampaikan keberatan atas pernyataan Ombusman," ucap dia.
Sebelumnya, Ombudsman RI menyatakan BKN tidak berkompeten dalam melaksanakan asesmen TWK pegawai KPK.
Salah satu penyebabnya, menurut Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, BKN tidak memiliki instrumen dan asesor untuk melaksanakan alih status pegawai KPK menjadi ASN.
"Dalam pelaksanaannya BKN tidak memiliki alat ukur, instrumen dan asesor untuk melakukan asesmen tersebut, yang BKN punya adalah alat ukur terkait CPNS, tapi tidak terkait peralihan status pegawai KPK," ujar Robert dalam konferensi pers, Rabu (21/7/2021).
Selain itu, Ombudsman RI juga menemukan bahwa KPK dan BKN melakukan penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan TWK, khususnya dalam penandatanganan nota kesepahaman dan kontrak swakelola terkait pelaksanaan TWK.
Baca juga: YLBHI: Presiden Tak Punya Hambatan Hukum Cabut Hasil TWK di KPK
"Nota kesepahaman pengadaan barang dan jasa melalui swakelola antara Sekjen KPK dan Kepala BKN ditandatangani pada 8 April 2021, dan kontrak swakelola ditandatangani tanggal 20 April 2021, namun dibuat tanggal mundur 27 Januari 2021," kata Robert.
"Jadi tanda tangan bulan April, tapi dibuat mundur tiga bulan ke belakang yaitu 27 Januari 2021," ucap dia.
Padahal, lanjut Robert, pelaksanaan TWK dilakukan pada 9 Maret 2021. Maka TWK itu dijalankan sebelum nota kesepahaman dan kontrak swakelola itu ada.
Berdasarkan temuan itu, Ombudsman RI menyatakan KPK dan BKN telah melakukan penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan TWK.
"Ombudsman berpendapat KPK dan BKN melakukan penyimpangan prosedur, satu, membuat kontrak tanggal mundur. Kedua, melaksanakan kegiatan TWK di tanggal 9 Maret 2021, sebelum adanya penandatanganan nota kesepahaman dan kontrak swakelola," ucap Robert.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.