JAKARTA, KOMPAS.com - Tak heran jika dalam sejumlah kesempatan, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyatakan, kerja di sektor infrastruktur rentan godaan.
Mereka yang tergoda iming-iming oknum tak bertanggung jawab, terutama sektor swasta, bisa memperoleh kekayaan secara instan.
Namun, cara instan itu bukan berarti tanpa ada risiko besar yang menghantui. Jika salah langkah, ancaman pidana menghantui para pelaku sektor ini.
“Makanya saya kalau di raker (rapat kerja) selalu bilang, kita di PU ini kerja dekat dengan surga, tapi tidak jauh dari neraka. Kalau benar, amal jariyah terus, tetapi kalau dalam pelaksanaannya main-main, ya itu tadi neraka dan bisa masuk penjara,” kata Basuki di Kantor Kementerian PUPR pada 19 Oktober 2018 lalu.
Baca juga: Jokowi Segera Bertemu KPK Bahas Evaluasi Pencegahan Korupsi
Pernyataan Basuki sejalan dengan hasil analisis yang dilakukan litbang Kompas terhadap 139 perkara korupsi yang melibatkan 121 kepala daerah yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Analisis ini berdasarkan data yang diperoleh dari KPK.
Hasil analisis itu menunjukkan, 31 perkara atau 22,3 persen korupsi kepala daerah itu terjadi di sektor infrastruktur.
Hal itulah yang kemudian menyebabkan pembangunan infrastruktur di sejumlah daerah seperti jembatan atau jalan berjalan kurang optimal.
Padahal, pada saat yang sama pembangunan infrastruktur yang selama ini selalu digadang-gadang pemerintah pusat menjadi salah satu kebutuhan dasar masyarakat.
Sebab, pembangunan di sektor ini dianggap menjadi salah satu motor penggerak pembangunan di daerah.
”Pembangunan infrastruktur dan perbaikan pelayanan publik merupakan kebutuhan mendasar bagi masyarakat. Tentu sangat disayangkan hal ini terus berulang, padahal upaya pencegahan sudah dilakukan,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo seperti dikutip dari Harian Kompas, Senin (9/12/2019).
Baca juga: Lima Pimpinan KPK Terpilih Hadiri Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia di KPK
Selain terkait infrastruktur, praktik korupsi yang dilakukan kepala daerah terjadi dalam hal penyalahgunaan APBD (20 perkara), suap lainnya (18 perkara), suap perizinan sumber daya alam (16 perkara), dan suap pembahasan APBD (10 perkara).
Kemudian, suap peradilan (10 perkara), penyalahgunaan dana infrastruktur (9 perkara), korupsi lainnya (6 perkara), suap pengadaan jabatan (5 perkara), dan tindak pidana pencucian uang (4 perkara).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.