JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung HM Prasetyo mengaku sama sekali tak bermaksud meminta kewenangan penuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikembalikan ke Kejaksaan.
Hal itu disampaikan Prasetyo menyikapi pernyataannya dalam Rapat Kerja bersama Komisi III DPR sebelumnya.
Ia merasa, saat itu hendak memberi masukan kepada sistem penegakan hukum dan KPK agar penegakan hukum berjalan sesuai koridor.
Prasetyo membandingkan pemberantasan korupsi di Malaysia dan Singapura dengan Indonesia.
"Ini indikasi bahwa upaya menyampaikan kebenaran guna melakukan perbaikan lembaga penegak hukum khususnya KPK masih harus menghadapi tantangan berat, terutama berkenaan dengan pemahaman dan opini yang telah terbentuk di tengah sebagian masyarakat," kata Prasetyo dalam Rapat Kerja Komisi III di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/10/2017).
(baca: Kata Jaksa Agung, Tak Boleh Ada Lembaga dengan Kewenangan Luar Biasa)
Ia juga menyayangkan banyak pengamat yang menyerangnya. Padahal, ia merasa pernyataannya dipelesetkan oleh media.
Prasetyo merasa diserang oleh beberapa pengamat sehingga harus meluruskan kembali pernyataan yang dirasa tak pernah disampaikan.
"Tapi kami merasa bersyukur beberapa anggota Komisi III bahkan Ketua Komisi III, telah meluruskan, terima kasih Pak Bambang (Soesatyo)," ujar Jaksa Agung.
"Kami anggap hal tersebut sebagai dinamika untuk melakukan penataan. Bagaimana agar proses hukum tidak dilaksanakan dengan justru melanggar hukum dan undang-undang," lanjut dia.
(baca: Daripada Komentari Kerja KPK, Perbaiki Saja Internal Kejaksaan)
Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat, Prasetyo bercerita bagaimana pemberantasan korupsi di Malaysia dan Singapura.
Ia mengatakan, meski kedua negara memiliki aparat penegak hukum khusus untuk memberantas korupsi, kewenangan penuntutan tetap berada pada kejaksaan.
"Baik KPK Singapura dan Malaysia terbatas pada fungsi penyelidikan dan penyidikan saja. Dan meskipun KPK Malaysia memiliki fungsi penuntutan tapi dalam melaksanakan kewenangan tersebut harus mendapat izin terlebih dahulu ke Jaksa Agung Malaysia," ujar Prasetyo.
(baca: Jaksa Agung Dinilai Berniat Mengamputasi KPK)
Menurut dia, model pemberantasan korupsi seperti itu justru lebih efektif ketimbang di Indonesia.
Hal tersebut, kata Prasetyo, terlihat melalui Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Malaysia dan Singapura yang lebih tinggi ketimbang Indonesia. Saat ini, IPK Malaysia sebesar 49 dan menempati peringkat 55 dari 176 negara.
Sementara, Singapura dengan IPK sebesar 84 menduduki peringkat 7. Indonesia saat ini memiliki skor IPK 37 dan berada di peringkat 90.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.