JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Zulkarnain menilai, memasukkan delik pidana korupsi dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), merupakan suatu kemunduran. Menurut Zulkarnain, korupsi merupakan tindak pidana luar biasa yang seharusnya diatur secara khusus.
“Undang-undang korupsi ini menurut saya enggak bisa masuk KUHP, itu kemunduran namanya, itu extraordinary. Apalagi Indonesia ini korupsinya, kita akui, kita saksikan bersama, tinggi, ya kan? Tidak bisa cara biasa,” kata Zulkarnain di Jakarta, Senin (11/2/2014).
Zulkarnain mengatakan, tindak pidana korupsi di Indonesia tidak bisa ditangani dengan cara-cara yang biasa. “Masa kita tangani secara biasa, mundur. Kalau dulu malah beberapa pasal KUHP diangkat menjadi tipikor, masa sekarang dibalikkan lagi, korupsinya belum turun,” sambungnya.
Dia berharap RUU KUHP dibahas di DPR secara cermat dan tidak terburu-buru. Pasalnya, menurut Zulkarnain, baik KUHP maupun KUHAP merupakan hukum publik yang vital dan menyangkut hak asasi manusia.
“Tidak bisa dibahas sambil lalu, kalau itu salah, kita menetapkan tidak lebih baik daripada yang ada, coba, biaya negara habis, sedangkan hasilnya nanti bermasalah,” katanya.
Menurut Zulkarnain, dalam sisa waktu kerja anggota DPR 2009-2014 yang tinggal beberapa bulan lagi, lebih baik jika DPR mendalami RUU KUHAP maupun KUHP dengan meminta masukan para pakar pidana.
“Kelihatannya anggota Dewan ini juga masih sibuk dengan urusan Pemilu. Lebih bagus momen ini digunakan pakar-pakar pidana, antara lain untuk mendalami ini. Karena rancangan ini kan sudah lama, yang lalu juga dibuat,” ucapnya.
Seperti diberitakan, walau sudah ada regulasi tindak pidana korupsi (Tipikor) yang diatur dalam UU No 31 Tahun 1999 dan UU no 20 Tahun 2001, para penyusun RUU KUHP tetap memasukkan delik pidana tindak pidana korupsi dalam revisi regulasi tersebut. Ketentuan mengenai tindak pidana korupsi diatur dalam Buku II tentang Tindak Pidana khususnya Bab XXXII tentang Tindak Pidana Korupsi.
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat berpendapat dimasukkannya regulasi mengenai korupsi dalam KUHP ini sebagai suatu kemunduran. Sebagai gambaran, dalam UU Tipikor yang berlaku sekarang, ada 31 jenis korupsi. Namun, di RUU KUHP hanya 14 pasal korupsi. Di samping itu, hukuman pidana dalam RUU KUHP lebih rendah daripada UU Tipikor yang saat ini berlaku.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.