JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Pelaksana Tim Strategi Nasinal Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Pahala Nainggolan mengungkapkan karut marutnya tata kelola pelabuhan sebelum akhirnya didigitalisasi dan proses bisnisnya diubah.
Pahala mengungkapkan, di pelabuhan terdapat 16 kementerian/lembaga yang memiliki tugas dan fungsinya masing-masing. Namun, tidak ada pihak yang menjadi otoritas di atas semua lembaga tersebut.
“Di situ dan tidak ada komandannya. Agak beda dengan yang di luar negeri. Kalau disebut port authority dia yang menentukan, untuk sandar, keluar segala macam, di yang menentukan yang lainnya ada di belakang,” kata Pahala dalam acara diskusi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (2/7/2024).
Stranas PK kemudian memulai dengan memperbaiki tata kelola 14 pelabuhan, termasuk Batam, Kepulauan Riau dan Belawan, Sumatera Utara pada 2021.
Perbaikan dilakukan mulai dari gudang pengiriman, pengangkutan, pelabuhan muat, transportasi, pelabuhan tujuan, sampai gudang pembeli.
Baca juga: Pelabuhan Tikus Berpotensi jadi Sarang Penyelundupan Barang di Kawasan Bea Cukai Batam
Pada 2023 dan 2024, Stranas PK dan kementerian/lembaga terkait membenahi 264 pelabuhan milik negara dan 2.000 pelabuhan milik swasta.
Pahala menyebutkan, perbaikan tata kelola itu antara lain dilakukan dengan digitalisasi. Pengusaha tidak yang hendak membongkar kontainer tidak mengurus administrasi satu persatu ke 16 lembaga.
“Ya poinnya cuma karena digital saja. Kalau enggak digital kan dia kertasnya (administrasi) muter-muter,” ujar Pahala.
Mantan auditor Bank Dunia itu mengungkapkan, karut marutnya tata kelola pelabuhan saat itu mengakibatkan kapal bersandar dalam waktu yang terlalu lama, yakni sekitar 7 hari.
Baca juga: Protes Sterilisasi Zona Pelabuhan, Ratusan Pengurus Penyeberangan Truk Blokade Akses Masuk Dermaga
Akibatnya, pihak-pihak yang hendak membongkar peti kemas itu harus mengeluarkan ongkos yang besar.
“Dweling time numpuknya barang sekarang hampir 3 hari secara nasional selesai dari 7-10 hari sebelumnya, yang dwelling pernah presiden marah-marah juga,” kata dia.
Karena persoalan tata kelola itu, Bank Dunia melaporkan bahwa biaya logistik di Indonesia mencapai 24 persen dari total PDB atau senilai Rp 1.820 triliun per tahun.
Namun, setelah tata kelola di pelabuhan diperbaiki dan proses bongkar muat lebih cepat, biaya logistik itu berhasil ditekan.
“Dulu kita 24 persen. Kita bantah. Kita bilang survei terbaru 12 sampai 13 persen,” tutur Pahala.
Penerapan digitalisasi itu juga membuat sempit celah korupsi di sektor pelabuhan. Sebab, pengusaha yang hendak membongkar kontainer dari kapal tidak bertemu para pemangku kepentingan seperti dulu.
Mereka hanya perlu mengurus administrasi di sistem digital dan bisa diproses dengan cepat karena lembaga terkait telah terintegrasi satu sama lain.
“Kalau tadinya saya harus muter-muter di banyak loket sekarang saya enggak ke pelabuhan pun bisa. Sesederhana itu saja pencerahannya,” kata Pahala.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.