JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Presiden Partai Golkar, Nusron Wahid, mempertanyakan pihak-pihak yang mengkritik pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden (cawapres) Pemilu 2024.
Menurut Nusron, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 memberikan kesempatan buat siapa pun yang menjabat atau pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat lain yang dipilih melalui pemilu untuk menjadi calon presiden (capres) atau cawapres.
Kesempatan itu tak hanya dimiliki Gibran, tetapi juga pemimpin muda partai mana pun, termasuk PDI Perjuangan.
“Kenapa dia enggak mencalonkan anaknya siapa begitu, anak muda yang menjadi anggota DPRD, atau DPR RI kan banyak di partai-partai yang lain. Dia kan juga punya partai-partai yang lain juga punya calon-calon kepala daerah yang muda-muda,” kata Nusron di Jakarta, Kamis (9/11/2023), dikutip dari Kompas TV.
Baca juga: Sentilan PDI-P ke Gibran, Jokowi, dan Bobby: Singgung Playing Victim hingga Badut Politik
Padahal, kata Nusron, PDI-P punya banyak pemimpin muda. Misalnya, Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin yang baru berusia 33 tahun.
Ada pula Bupati Gresik Fandi Akhmad Yani yang berusia 38 tahun. Nama-nama itu, menurut Nusron, bisa dicalonkan di pemilu presiden.
Nusron pun membantah bahwa untuk mencalonkan Gibran sebagai RI-2 pihaknya memanfaatkan MK yang mulanya dipimpin oleh adik ipar Presiden Jokowi sekaligus paman dari Gibran, Anwar Usman.
Menurutnya, uji materi Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menguji soal norma syarat usia capres-cawapres, bukan menyoal perseorangan.
“Yang diuntungkan akibat norma undang-undang itu di mana pejabat politik yang dipilih dari hasil pemilu, baik itu kepala daerah maupun anggota DPR, atau anggota DPD, anggota DPRD, kan banyak sekali, tidak hanya Mas Gibran,” katanya.
Baca juga: PDI-P: Gibran Pandai Gunakan Isu Playing Victim
Nusron juga membantah tudingan yang menyebut bahwa pencalonan Gibran pada Pemilu Presiden 2024 merupakan bentuk nepotisme. Sebab, meski Gibran merupakan putra Presiden Joko Widodo, pilihan tetap ada di tangan rakyat.
Menurut Nusron, seseorang disebut melakukan nepotisme jika menunjuk langsung kerabatnya untuk menduduki jabatan tertentu.
Misalnya, seandainya presiden mengangkat anaknya atau kerabat lain sebagai menteri atau pejabat. Contoh lainnya, jika bupati mengangkat anak atau istrinya sebagai kepala dinas atau sekretaris daerah.
“Tapi kalau ini, yang milih rakyat. Kalau dikatakan ada nepotisme nepotismenya di mana?” ucap Nusron.
Lagi pula, kata Nusron, Jokowi dan keluarga hanya punya satu suara untuk mencoblos di pemilu. Menurutnya, hak suara keluarga Jokowi sama dengan rakyat Indonesia lainnya.
Jika mayoritas rakyat tak memilih Prabowo Subianto-Gibran, bakal pasangan capres-cawapres itu tak bisa memenangkan pemilihan.