Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Kompas.com - 10/05/2024, 11:49 WIB
Novianti Setuningsih

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI kembali jadi sorotan usai  Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Sesditjen PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Hermanto mengungkapkan, adanya setoran demi kementeriannya mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Bahkan, Hermanto menyebutkan bahwa oknum auditor BPK meminta uang Rp 12 miliar. Tetapi, hanya diberikan Rp 5 miliar.

Belakangan, sejumlah pejabat BPK dari tingkat pusat sampai daerah memang kerap tersangkut kasus dugaan korupsi. Sebut saja, Anggota III BPK, Achsanul Qosasi yang didakwa menerima uang sebesar 2,6 juta dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 40 miliar.

Uang itu disebut untuk mengkondisikan temuan BPK dalam proyek penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G yang dikelola oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

Baca juga: Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Selain itu, ada juga ada aliran uang sebesar Rp 1,1 miliar yang berasal dari dugaan korupsi tunjangan kinerja (Tukin) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ke Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Robertus Kresnawan.

Berikut sejumlah kasus korupsi yang menyeret oknum BPK, dirangkum oleh Kompas.com:

1. Aliran dana dari Kementan

Dalam sidang kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementan dengan terdakwa mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), terungkap soal aliran dana ke BPK sebesar Rp 5 miliar untuk bisa mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Sesditjen PSP Kementan Permanto yang dihadirkan sebagai saksi mengatakan, ada oknum auditor BPK meminta uang Rp 12 miliar untuk mendapatkan WTP. Sebab, opini ini terhambat akibat adanya temuan di program lumbung pangan nasional atau food estate.

Namun, Hermanto mengaku, tidak mengetahui apakah Kementan langsung memenuhi permintaan tersebut atau tidak.

Baca juga: KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait Food Estate Ke Kementan

Hanya saja, dia mengatakan, berdasarkan informasi yang diperoleh dari eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta, Kementan hanya memberi Rp 5 miliar.

“Enggak, kita tidak penuhi. Saya dengar tidak dipenuhi. Saya dengar mungkin (kalau) enggak salah sekitar Rp 5 miliar,” kata Hermanto dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (8/5/2024).

Kepada Jaksa, Hermanto mengaku tidak mengetahui secara detail penyerahan uang miliaran ke BPK tersebut. Hanya saja, oknum auditor BPK itu kerap menagih sisa permintaan yang tidak dipenuhi Kementan.

Dalam perkara ini, Jaksa KPK menduga SYL menerima uang sebesar Rp 44,5 miliar hasil memeras anak buah dan Direktorat di Kementan untuk kepentingan pribadi dan keluarga.

Baca juga: Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

2. Anggota III BPK Achsanul Qosasi tersangka

Kemudian, ada kasus dugaan korupsi yang membuat Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi dihadapkan ke depan persidangan.

Achsanul Qosasi didakwa telah menerima uang sebesar 2,6 juta dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 40 miliar untuk mengkondisikan temuan BPK dalam proyek penyediaan infrastruktur BTS 4G yang dikelola oleh Bakti Kemenkominfo.

“Menguntungkan terdakwa Achanul Qosasi sebesar 2.640.000 USD atau sebesar Rp 40.000.000.000,” kata Jaksa KPK dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta pada 7 Maret 2024.

Jaksa menjelaskan, uang itu diterima Achsanul dari Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama yang bersumber dari Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak.

Baca juga: Anggota BPK Achsanul Qosasi Jalani Sidang Perdana Kasus BTS 4G Hari Ini

Galumbang memberikan uang kepada Achsanul berdasarkan perintah dari mantan Direktur Utama Bakti Kemenkominfo Anang Achmad Latif.

“Dengan maksud supaya terdakwa Achsanul Qosasi membantu pemeriksaan pekerjaan BTS 4G 2021 yang dilaksanakan oleh Bakti Kemenkominfo supaya mendapatkan hasil Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan tidak menemukan Kerugian negara dalam pelaksaan Proyek BTS 4G 2021,” kata Jaksa.

Berdasarkan surat dakwaan, Anang disebut memberikan uang ke Achanul lantaran ketakutan atas Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Belanja Modal TA 2021 untuk Kementerian Kominfo. Achanul pun memanggil Anang untuk ke ruangannya di Kantor BPK Slipi. Di situ, Anang diminta menyiapkan uang Rp 40 miliar.

Setelahnya, Anang Achmad Latif menelepon Irwan Hermawan dan Windi Purnama untuk menyiapkan Rp 40 miliar yang diberikan kepada seseorang bernama Sadikin Rusli di Hotel Grand Hyatt Jakarta.

Atas perbuatannya, Achsanul Qosasi didakwa melanggar Pasal 12 huruf e, Pasal 5 Ayat 2, Pasal 12 B dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca juga: Achsanul Qosasih Didakwa Terima Uang Rp 40 M Kondisikan Temuan BPK Terkait Proyek BTS 4G

3. Kasus dugaan korupsi Tukin di Kementerian ESDM

Dalam surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terungkap bahwa ada aliran uang sebesar Rp 1,1 miliar yang berasal dari dugaan korupsi tunjangan kinerja (Tukin) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ke Auditor BPK RI, Robertus Kresnawan.

Terkait kasus ini, para terdakwa disebut telah mencairkan dana Ditjen Minerba Kementerian ESDM yang berasal dari tunjangan kinerja tahun anggran 2020-2022 yang tidak terserap.

Halaman:


Terkini Lainnya

Putusan MA Dianggap Pragmatisme Politik Jokowi demi Kaesang

Putusan MA Dianggap Pragmatisme Politik Jokowi demi Kaesang

Nasional
Prabowo Minta AS dan China Bijak supaya Tak Bawa Bencana

Prabowo Minta AS dan China Bijak supaya Tak Bawa Bencana

Nasional
Putusan MA Dianggap Semakin Menggerus Rasa Keadilan Masyarakat

Putusan MA Dianggap Semakin Menggerus Rasa Keadilan Masyarakat

Nasional
Prabowo Serukan Investigasi Komprehensif Atas Peristiwa yang Terjadi di Rafah

Prabowo Serukan Investigasi Komprehensif Atas Peristiwa yang Terjadi di Rafah

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Tahu Arah Pernyataan Wapres | Saudi Deportasi 22 WNI Palsukan Visa Haji

[POPULER NASIONAL] PDI-P Tahu Arah Pernyataan Wapres | Saudi Deportasi 22 WNI Palsukan Visa Haji

Nasional
Tanggal 5 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Nasional
Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Nasional
Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Nasional
Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Nasional
Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Nasional
Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Nasional
Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Nasional
Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com