Dia mengatakan, Pasal 3 ayat (4) TAP MPR Nomor VII/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia, menyebutkan, “Prajurit Tentara Nasional Indonesia tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum militer dan tunduk kepada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum.”
Ketentuan itu, lanjut Gufron, kembali diperkuat dalam Pasal 65 ayat (2) dan ayat (3) UU 34/2004.
"Pasal tersebut seyogyanya menjadi sebuah landasan dalam melaksanakan prinsip perlakuan yang sama dan setara di depan hukum," ujar Gufron.
Akan tetapi, pada kenyataannya, pelaksanaan agar anggota TNI tunduk kepada peradilan umum amat sulit.
Problem hukum itu disebabkan oleh ketentuan peralihan dalam Pasal 74 ayat (1) dan (2) UU 34/2004.
Baca juga: Bantah Impunitas di Peradilan Militer, Panglima TNI: Kalau Ragu, Ayo Sama-sama Lihat Penyidikannya
Dalam ketentuan Pasal ini menerangkan bahwa penerapan Pasal 65 baru dapat dilaksanakan jika peraturan mengenai Peradilan Militer yang baru diberlakukan.
"Sehingga, sebelum dibentuknya aturan mengenai undang-undang peradilan militer yang baru, semua harus tunduk pada ketentuan UU 31/1997," ucap Gufron.
Gufron dan koalisi masyarakat sipil menilai UU 31/1997 harus segera direvisi mengingat banyaknya inkonsistensi dalam penerapannya.
Dia menyampaikan, melihat konsideran UU 31/1997 disebutkan beberapa peraturan yang dijadikan dasar UU ini. Namun, peraturan yang dijadikan sebagai dasar pembentukan tersebut sudah tidak berlaku atau telah diubah dengan undang-undang baru.
Sebagai contoh, UUD 1945 sudah diamandemen sebanyak 4 kali, lalu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sudah tidak berlaku digantikan oleh Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Baca juga: Panglima TNI Terbuka jika UU Peradilan Militer Direvisi
"UU 31/1997 juga masih didasarkan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang sudah tidak berlaku dan digantikan oleh UU 34/2004," papar Gufron.
Persoalan lainnya, lanjut Gufron, UU 31/1997 ini inkonsisten dengan peraturan perundang-undangan saat ini.
Pasal 25 ayat (4) UU 48/2009 menyatakan, “Peradilan militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana militer sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
"Merujuk pada pasal ini, peradilan militer seharusnya hanya mengadili tindak pidana yang dilakukan berkaitan dengan kegiatan militer, bukan tindak pidana umum dalam KUHP," ucap Gufron.
Selain itu, kata Gufron, pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005.
Baca juga: Panglima TNI Bantah Ada Impunitas jika Anggota TNI Diproses di Peradilan Militer