Salin Artikel

Jokowi Diminta Ambil Langkah Konkret Buat Revisi UU Peradilan Militer

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil langkah konkret buat mewujudkan wacana revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 Peradilan Militer.

"Kami menyatakan Presiden Republik Indonesia untuk menerbitkan Surat Presiden terhadap agenda Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer kepada DPR-RI," kata Direktur Imparsial Gufron Mabruri yang tergabung dalam koalisi itu melalui keterangannya, seperti dikutip pada Senin (7/8/2023).

"Atau langsung menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer," lanjut Gufron.

Gufron juga meminta Jokowi dan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, serta Kementerian Pertahanan segera mewujudkan langkah evaluasi terhadap penempatan perwira aktif TNI di lembaga sipil.

"Menarik mundur dan memastikan tidak ada Anggota TNI aktif yang menduduki jabatan sipil di lembaga manapun, baik Kementerian/Lembaga, Badan, dan/atau lainnya, selama belum ada perubahan Sistem Peradilan Militer," ucap Gufron.

Gufron mengatakan, polemik penanganan kasus dugaan suap mantan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Marsdya Henri Alfiandi, serta Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto, memperlihatkan UU Peradilan Militer yang masih diberlakukan saat ini memicu beragam masalah.

Hal itu terlihat ketika terjadi reaksi penolakan dari TNI setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Afri.

Operasi tangkap tangan itulah yang mengungkap dugaan keterlibatan Henri dalam perkara suap sejumlah proyek pengadaan di Basarnas.

Menurut Gufron, UU 31/1997 sudah tidak relevan setelah lahir Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

Dalam kasus Henri dan Afri, kata Gufron, TNI berkeras hanya mereka yang bisa menangani dan menetapkan status hukum kepada personel militer yang diperbantukan di lembaga sipil jika terlibat perkara.

Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI Marsekal Agung Handoko sempat menyatakan KPK menyalahi aturan dengan menyatakan Henri dan Afri sebagai tersangka.

Alhasil, akibat tekanan itu, KPK justru meminta maaf dan menyerahkan penanganan kasus Henri dan Afri kepada Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI, dengan alasan kedua orang tersebut merupakan anggota TNI aktif dan berada di bawah yurisdiksi peradilan militer.

"Dalih bahwa anggota TNI aktif yang melakukan tindak pidana berada di bawah yurisdiksi peradilan militer menunjukkan adanya eksklusivitas TNI dalam sistem peradilan di Indonesia yang justru cenderung memperkuat sentimen kekebalan hukum di institusi militer," ucap Gufron.

Menurut Gufron, cara pandang itu justru merupakan kekeliruan dalam penerapan UU 31/1997.

Dia mengatakan, Pasal 3 ayat (4) TAP MPR Nomor VII/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia, menyebutkan, “Prajurit Tentara Nasional Indonesia tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum militer dan tunduk kepada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum.”

Ketentuan itu, lanjut Gufron, kembali diperkuat dalam Pasal 65 ayat (2) dan ayat (3) UU 34/2004.

"Pasal tersebut seyogyanya menjadi sebuah landasan dalam melaksanakan prinsip perlakuan yang sama dan setara di depan hukum," ujar Gufron.

Akan tetapi, pada kenyataannya, pelaksanaan agar anggota TNI tunduk kepada peradilan umum amat sulit.

Problem hukum itu disebabkan oleh ketentuan peralihan dalam Pasal 74 ayat (1) dan (2) UU 34/2004.

Dalam ketentuan Pasal ini menerangkan bahwa penerapan Pasal 65 baru dapat dilaksanakan jika peraturan mengenai Peradilan Militer yang baru diberlakukan.

"Sehingga, sebelum dibentuknya aturan mengenai undang-undang peradilan militer yang baru, semua harus tunduk pada ketentuan UU 31/1997," ucap Gufron.

Gufron dan koalisi masyarakat sipil menilai UU 31/1997 harus segera direvisi mengingat banyaknya inkonsistensi dalam penerapannya.

Dia menyampaikan, melihat konsideran UU 31/1997 disebutkan beberapa peraturan yang dijadikan dasar UU ini. Namun, peraturan yang dijadikan sebagai dasar pembentukan tersebut sudah tidak berlaku atau telah diubah dengan undang-undang baru.

Sebagai contoh, UUD 1945 sudah diamandemen sebanyak 4 kali, lalu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sudah tidak berlaku digantikan oleh Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

"UU 31/1997 juga masih didasarkan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang sudah tidak berlaku dan digantikan oleh UU 34/2004," papar Gufron.

Persoalan lainnya, lanjut Gufron, UU 31/1997 ini inkonsisten dengan peraturan perundang-undangan saat ini.

Pasal 25 ayat (4) UU 48/2009 menyatakan, “Peradilan militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana militer sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

"Merujuk pada pasal ini, peradilan militer seharusnya hanya mengadili tindak pidana yang dilakukan berkaitan dengan kegiatan militer, bukan tindak pidana umum dalam KUHP," ucap Gufron.

Selain itu, kata Gufron, pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005.

Dalam Pasal 2 Kovenan itu mewajibkan setiap negara pihak seperti Indonesia untuk tidak menjalankan suatu peradilan khusus dengan hukum acara tersendiri yang dalam prakteknya membeda-bedakan proses hukum yang dijalani oleh warga sipil dan anggota militer.

Sebelumnya diberitakan, Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyatakan UU Peradilan Militer memang perlu disempurnakan agar lebih sesuai dengan perkembangan zaman.

"Saya kira Undang-Undang (Nomor) 31 itu juga saya akan mengalami hal yang sama, ada hal-hal yang memang perlu disempurnakan (agar) lebih sesuai dengan tuntutan keadaan," kata Ma'ruf dalam keterangan pers di Samarinda, Jumat (4/8/2023).

Ma'ruf menuturkan, revisi merupakan sebuah keniscayaan bagi sebuah undang-undang yang sudah berlaku sejak lama.

Oleh karena itu, ia mempersilakan wacana revisi UU Peradilan terus bergulir dan dapat segera dibahas.

"Saya kira kita silakan terus berjalan (wacana revisi UU Peradilan Militer) dan sesuai dengan aspirasi yang muncul dan tentu ingin undang-undang itu kan lebih baik merespons tuntutan keadaan yang terjadi," kata Ma'ruf.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD sebelumnya juga berpandangan bahwa revisi UU Peradilan Militer memang perlu dibahas.

"Saya sependapat bahwa itu perlu segera dibahas," kata Mahfud di Kediaman Resmi Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (2/8/2023).

Mahfud memastikan bahwa pemerintah mencatat aspirasi tersebut untuk dipertimbangkan.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini mengatakan, revisi UU Peradilan Militer sesungguhnya sudah masuk dalam program legislasi nasional jangka panjang.

"Nanti-lah kita bisa bicarakan kapan prioritas dimasukkan," ujar Mahfud.

Panglima TNI Laksamana Yudo Margono juga menyatakan bahwa pihaknya terbuka atas wacana revisi UU TNI.

Ia menegaskan, TNI akan tunduk dengan apa pun keputusan politik pemerintah terkait wacana itu.

"Kalau mau diubah dan sebagainya, kita tunduk pada keputusan politik negara. Kita kan melaksanakan ini, ini adalah keputusan politik negara, ya kita laksanakan," kata Yudo di Markas Besar TNI, Jakarta, Jumat.

(Penulis : Ardito Ramadhan | Editor : Icha Rastika)

https://nasional.kompas.com/read/2023/08/07/21400291/jokowi-diminta-ambil-langkah-konkret-buat-revisi-uu-peradilan-militer

Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke