Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Atur Pembatasan Iklan Rokok, Koalisi Masyarakat Minta Pengesahan RUU Kesehatan Ditunda

Kompas.com - 15/06/2023, 13:50 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Perlindungan Masyarakat dari Produk Zat Adiktif Tembakau yang terdiri dari 32 lembaga, meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.

Mereka menolak RUU Kesehatan yang ada saat ini, mengingat RUU tersebut tidak mengatur pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship produk zat adiktif tembakau termasuk rokok.

Padahal, menurut Project Manager Indonesia Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) Ni Made Shellasih yang tergabung dalam koalisi menyebut, Indonesia sangat terbelakang dalam penanganan penanggulangan peningkatan konsumsi zat adiktif terutama rokok.

Baca juga: ICW Sebut RUU Kesehatan Belum Mampu Jawab Masalah Korupsi Bidang Pelayanan Kesehatan

Adapun Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia yang belum meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

"Kami mendorong untuk pengesahan RUU Kesehatan ini harus ditunda hingga pemerintah ataupun DPR berkomitmen melakukan proses perancangan dan pembahasan yang memenuhi prinsip keterbukaan, kejujuran, kemanusiaan, serta keadilan," kata Shella dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Kamis (15/6/2023).

Shella menyampaikan, pengaturan tentang penjualan dan iklan rokok sangat penting dimasukkan dalam RUU Kesehatan, mengingat aturan yang ada saat ini sudah sangat usang.

Salah satu aturan yang disebut Shella adalah Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Aturan ini, kata dia, sudah tidak sejalan dengan perkembangan maupun inovasi produk-produk dari industri rokok yang terus berkembang. Akhirnya, pengendalian produk tembakau pun menjadi kurang.

Baca juga: ICW Sebut RUU Kesehatan Belum Mampu Jawab Masalah Korupsi Bidang Pelayanan Kesehatan

Sayangnya, Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Kesehatan tidak memuat aturan yang signifikan untuk membatasi peredaran rokok di Indonesia.

"Kami tidak melihat perubahan yang signifikan. Padahal peningkatan konsumsi rokok pada kaum muda dan anak semakin mengkhawatirkan di Indonesia," beber dia.

Mengacu pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, jumlah perokok anak usia 10-14 tahun meningkat sebesar 0,7 persen dari 1,4 persen di tahun 2013 menjadi 2,1 persen pada tahun 2018.

Sementara, perokok berusia 15-19 tahun meningkat 1,4 persen dari 18,3 persen pada tahun 2013 menjadi 19,6 persen di tahun 2018. Kemudian, data GYTS tahun 2019, usia remaja pertama kali tertinggi berada pada usia 15-19 tahun yakni sebesar 52,1 persen.

Selanjutnya, diikuti oleh remaja berusia 10-14 tahun yaitu 23,1 persen. Artinya, anak sudah mulai merokok pada usia SD dan SMP. Tak heran ia menilai, RUU belum berpihak pada jaringan pengendalian tembakau.

"Kami menilai industri rokok masih bebas masif mengiklankan dan mempromosikan produknya, sehingga selain menjerat kaum mudanya untuk menjadi perokok, ini juga dapat melemahkan daya kritis kaum muda terhadap bahaya rokok itu sendiri," tutur Shella.

Apalagi, Shella menilai iklan maupun promosi zat adiktif tembakau termasuk rokok memperlihatkan sebagai hal yang keren dan dewasa. Beberapa event yang digandrungi anak muda, termasuk event musik dan olahraga, masih banyak disponsori oleh rokok.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com