Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Sebut RUU Kesehatan Belum Mampu Jawab Masalah Korupsi Bidang Pelayanan Kesehatan

Kompas.com - 13/06/2023, 20:24 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan belum mampu menjawab masalah korupsi dan fraud di bidang pelayanan kesehatan.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Dewi Anggraeni mengatakan, pihaknya belum melihat adanya terobosan-terobosan baru dalam RUU Omnibus Law Kesehatan dalam penanganan kasus korupsi.

"RUU kesehatan omnibus law belum ada terobosan yang bisa menjawab kasus potensi peluang-peluang korupsi, yang pada akhirnya berdampak pada pelayanan kesehatan pada masyarakat," kata Dewi saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (13/6/2023).

Dewi mengungkapkan, pencegahan dan penanganan tindak pidana korupsi penting dilakukan karena angkanya terus naik.

Baca juga: Pengesahan RUU Kesehatan Diminta Ditunda karena Tak Penuhi Partisipasi Bermakna

Menurut Dewi, sepanjang tahun 2022, aparat penegak hukum sedikitnya telah menindak 27 kasus korupsi terkait kesehatan dengan kerugian negara sekitar Rp 73,9 miliar.

Kasus yang ditindak penegak hukum umumnya berkaitan dengan pembangunan, khususnya pembangunan puskesmas dan pengadaan alat kesehatan.

"Itu baru tahun 2022. Jadi bisa saja 27 kasus di tahun 2022 hanya fenomena gunung es, hanya sedikit yang tampak di permukaan. Tapi kasusnya itu lebih banyak," ujarnya.

Ia meyakini korupsi dan fraud kesehatan terjadi lebih masif dan berdampak signifikan pada belum optimalnya layanan kesehatan dan mahalnya akses publik terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu.

Termasuk,  di dalamnya mengenai praktik kolusi dan gratifikasi peresepan obat, serta registrasi dan perizinan praktik tenaga medis dan tenaga kesehatan.

Baca juga: Selesaikan Kemelut RUU Kesehatan

Sayangnya, Dewi mengatakan, RUU yang disebut menjadi pembaharu layanan kesehatan di masa depan tidak cukup menangkap dan memitigasi persoalan fraud sektor kesehatan.

Di antaranya, upaya peningkatan transparansi harga obat di seluruh fasilitas kesehatan, upaya pencegahan dan penanganan praktik kolusi, serta gratifikasi yang melibatkan perusahaan farmasi.

"Untuk dokter PNS (Pegawai Negeri Sipil), pencegahan gratifikasi diatur dalam UU Nomor 20 tahun 2001 dan UU Nomor 5 tahun 2014. Semestinya, RUU mengisi kekosongan hukum terkait dengan gratifikasi terhadap dokter swasta," katanya.

Oleh karena itu, ICW dan 42 organisasi lainnya yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Kesehatan meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menunda pengesahan RUU Kesehatan.

Baca juga: RUU Kesehatan Jadi Langkah komprehensif Pemerintah Mereformasi Sektor Kesehatan

Sebelumnya, penolakan juga disuarakan oleh ribuan orang dari lima organisasi profesi yang berunjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jakarta pada 5 Juni 2023.

Lima organisasi tersebut, yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Mereka meminta agar pembahasan RUU lebih transparan dan mendengarkan aspirasi kalangan profesi.

Baca juga: Kemenkes: Tidak Benar RUU Kesehatan Menghilangkan Perlindungan untuk Nakes

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com