Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengesahan RUU Kesehatan Diminta Ditunda karena Tak Penuhi Partisipasi Bermakna

Kompas.com - 13/06/2023, 20:14 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Kesehatan meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.

Pasalnya, sejak digulirkan ke publik, RUU ini menuai pro-kontra.

Selain itu, menurut koalisi, RUU belum berpihak pada kepentingan rakyat dan belum berorientasi pada perlindungan dan pemenuhan hak kesehatan publik yang merupakan amanah konstitusi.

Perwakilan koalisi yang juga peneliti The Institute for Ecosoc Rights, Sri Palupi menyampaikan, jika DPR RI nekat mengesahkan, pihaknya akan menolak RUU Kesehatan tersebut.

"Menyatakan sikap menunda pengesahan RUU Kesehatan. Dan kalau itu tidak dijalankan, maka langkah selanjutnya adalah justru kita harus menolak adanya RUU Kesehatan yang tidak berpihak pada kepentingan masyarakat," kata Sri Palupi saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (13/6/2023).

Baca juga: Praktisi Kesehatan Ramai-ramai Tolak RUU Kesehatan, Kemenkes: Penolakan Hambat Kebutuhan Perlindungan Hukum yang Jelas

Setidaknya, ada tujuh alasan yang membuat koalisi berisi 43 lembaga termasuk Yayasan LBH Indonesia ini meminta penundaan RUU. Salah satu alasannya, RUU belum mengupayakan partisipasi bermakna (meaningful participation) dalam pembahasannya.

Ketua Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial Fakultas Hukum UGM, Herlambang P Wiratraman mengatakan, Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Kesehatan yang diserahkan pemerintah kepada DPR RI baru diketahui publik pada Maret 2023, meski pembahasan dimulai sejak Agustus 2022.

DIM berisi 478 pasal dalam RUU Kesehatan. Total DIM batang tubuh sebanyak 3020 buah, yaitu 1.037 tetap, 399 perubahan redaksional, dan 1.584 perubahan substansi.

"Sampai hari ini kita tidak mengenali dokumen mana, dokumen paling akhir dalam proses pembentukan hukum (RUU Kesehatan)," kata Herlambang.

Baca juga: DIM RUU Kesehatan: Kemenkes Usul Surat Tanda Registrasi Nakes Berlaku Seumur Hidup

Menurutnya, proses konsultasi dan sosialisasi RUU yang ada juga tidak bisa disebut sebagai partisipasi publik yang bermakna.

Merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUUXVII2020, partisipasi publik bermakna tak sebatas pada pemenuhan hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard). Tetapi, sejauh mana pemerintah dapat mempertimbangkan hak warga dalam memberikan pendapatnya (right to be considered).

Apabila pemerintah belum setuju atau tidak setuju atas pendapat yang disampaikan masyarakat, maka warga negara berhak untuk mendengar alasan atau pertimbangan ketidaksetujuan tersebut.

"Oleh sebab itu, masukan dari publik pun sebenarnya kita masih belum dapati proses bermakna. Apalagi dikaitkan dengan bagaimana seharusnya masukan ini dipertimbangkan. Semua harus berbasis pada proses meaningful participation," ujar Herlambang.

Baca juga: DIM RUU Kesehatan: STR Diterbitkan Lembaga atas Nama Menteri, Tak Lagi Konsil Nakes

Lebih lanjut, Herlambang menjelaskan bahwa partisipasi bermakna menjadi bagian penting dalam negara demokrasi. Jika mengabaikan, ia khawatir publik menjadi tidak percaya.

"Oleh sebab itu, desakan untuk menunda, saya kira desakan yang sangat patut dipertimbangkan oleh pemerintah termasuk DPR agar tidak keliru atau tidak mengulangi kesalahan dari waktu ke waktu proses pembentukan hukum yang seharusnya ada proses partisipasi bermakna," kata Herlambang.

Sebelumnya, penolakan juga disuarakan oleh ribuan orang dari lima organisasi profesi yang berunjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jakarta pada 5 Juni 2023.

Lima organisasi tersebut, yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Mereka meminta agar pembahasan RUU Kesehatan lebih transparan dan mendengarkan aspirasi kalangan profesi.

Baca juga: Bantah Isu RUU Kesehatan Hilangkan Perlindungan Nakes, Kemenkes: Kita Justru Menambah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com