Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Revisi UU TNI: Potensi Inefisiensi Aturan hingga Kekhawatiran Kembalinya Dwifungsi ABRI

Kompas.com - 13/05/2023, 09:43 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menuai pro dan kontra.

Revisi UU tersebut diusulkan oleh Markas Besar (Mabes) TNI. Hingga kini, rencana perubahan aturan itu masih dibahas di internal Mabes TNI dan belum disampaikan ke Kementerian Pertahanan (Kemenhan) maupun digodok di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Namun, gagasan tersebut tak disambut baik oleh sejumlah pihak. Pasal-pasal dalam UU TNI yang diusulkan untuk diubah justru dikhawatirkan membawa kemunduran.

Baca juga: Pasal-pasal yang Diusulkan Diubah dalam Revisi UU TNI: Ada Jabatan Wakil Panglima dan Pensiun Prajurit sampai 60 Tahun

Sejumlah pasal disorot

Salah satu pasal yang disorot dalam usulan revisi UU TNI yakni mengenai jabatan Wakil Panglima TNI. Sebelumnya, Panglima TNI bekerja tanpa didampingi wakil.

“Panglima dibantu oleh seorang wakil panglima berpangkat perwira tinggi bintang empat,” bunyi draf revisi UU TNI Pasal 13 Ayat (3).

Aturan lain yang banyak mendapat kritikan yaitu usulan prajurit TNI aktif bisa menduduki jabatan sipil lebih banyak di kementerian atau lembaga.

Pasal 47 UU TNI yang ada saat ini mengatur, prajurit TNI bisa menduduki jabatan di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kementerian Pertahanan, Sekretariat Militer Presiden, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan, Badan Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.

Sementara, dalam usulan perubahan UU, wewenang prajurit TNI aktif lebih luas lantaran bisa menjabat di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Staf Kepresidenan, BNPT, BNPB, Badan Nasional Pengamanan Perbatasan, Kejaksaan Agung, dan kementerian atau lembaga yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai kebijakan presiden.

Baca juga: Usulan Revisi UU TNI: Prajurit Bisa Tempati Jabatan Sipil Lebih Banyak

Revisi UU TNI juga mengusulkan perpanjangan masa dinas prajurit. Pasal 53 UU TNI saat ini mengatur bahwa prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usai paling tinggi 58 tahun bagi perwira dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama.

Dalam usulan revisi UU, masa dinas keprajuritan dapat diperpanjang hingga usia 60 tahun untuk prajurit yang memiliki kemampuan, kompetensi, dan keahlian khusus.

Pasal lain yang juga menuai pro kontra ialah tentang usulan TNI jadi alat keamanan negara. Pasal 3 UU TNI yang ada saat ini mengatur bahwa TNI merupakan kekuatan militer yang berkedudukan di bawah presiden.

Sementara, revisi UU TNI mengusulkan TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan dan keamanan negara yang berkedudukan di bawah presiden.

Sejumlah aturan tersebut menuai kritikan tidak hanya dari akademisi, tetapi juga kalangan legislatif, bahkan eksekutif.

Baca juga: Kembali Munculnya Wacana Perluasan Jabatan Prajurit Melalui Revisi UU TNI

Tak disambut Menhan

Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, misalnya, tak menyambut baik usulan revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 yang kini masih digodok di lingkungan Mabes TNI tersebut. Menurut dia, UU TNI yang ada saat ini sudah baik.

“Undang-Undang yang sudah berjalan lama dan saya kira sudah berjalan dengan baik,” kata Prabowo saat ditemui awak media di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Kamis (11/5/2023).

Halaman:


Terkini Lainnya

Menteri ATR/Kepala BPN Serahkan 356 Sertifikat Tanah Elektronik untuk Pemda dan Warga Bali

Menteri ATR/Kepala BPN Serahkan 356 Sertifikat Tanah Elektronik untuk Pemda dan Warga Bali

Nasional
Pernah Dukung Anies di Pilkada DKI 2017, Gerindra: Itu Sejarah, Ini Sejarah Baru

Pernah Dukung Anies di Pilkada DKI 2017, Gerindra: Itu Sejarah, Ini Sejarah Baru

Nasional
Pemerintah Akan Evaluasi Subsidi Energi, Harga BBM Berpotensi Naik?

Pemerintah Akan Evaluasi Subsidi Energi, Harga BBM Berpotensi Naik?

Nasional
MK Tolak Gugatan Anggota DPR Fraksi PAN ke 'Crazy Rich Surabaya'

MK Tolak Gugatan Anggota DPR Fraksi PAN ke "Crazy Rich Surabaya"

Nasional
Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

Nasional
Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Nasional
BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

Nasional
Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Nasional
Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para 'Sesepuh'

Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para "Sesepuh"

Nasional
Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Nasional
Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

Nasional
11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

Nasional
Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Nasional
KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar Rupiah

KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar Rupiah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com