Prabowo mencontohkan, UU TNI yang ada telah mengatur cara pencegahan korupsi di tubuh Mabes TNI.
Baca juga: Kekhawatiran Publik Akan Kembalinya Dwifungsi ABRI di Tubuh TNI
“Kita mencegah kebocoran, kita mencegah korupsi, ini sangat tegas Presiden (Joko Widodo) menghendaki pengawasan yang sangat baik dan sangat kuat,” ujar Prabowo.
“Jadi saya kira ini sudah berjalan dengan baik,” lanjut Ketua Umum Partai Gerindra itu.
Usulan revisi UU TNI juga dikritik oleh Parlemen. Anggota Komisi I DPR RI, Tubagus (TB) Hasanuddin menilai, usulan TNI sebagai alat keamanan negara yang dimuat dalam Pasal 3 draf UU TNI tidaklah tepat.
Menurut TB Hasanuddin, tugas TNI harus mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pertahanan Negara.
“Itu tidak tepat. Harusnya mengacu pada Undang-Undang Dasar tahun 1945 dan Undang-Undang Pertahanan,” kata TB Hasanuddin saat dihubungi, Kamis (11/5/2023) petang.
“Itu (tugas TNI) hanya sebagai alat pertahanan negara,” tuturnya.
Sejalan dengan itu, pengamat militer dari Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas menilai, usulan revisi aturan tersebut berpotensi menimbulkan tumpang tindih dengan tugas Polri.
Usulan itu pun dipandang tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Menurutnya, di dalam UU 3/2002 tentang Pertahanan Negara yang menjadi basis dari keberadaan UU TNI, tidak dikenal istilah pertahanan dan keamanan negara.
“Pasal 10 UU Pertahanan Negara jelas menyebutkan TNI berperan sebagai alat pertahanan NKRI. Penggunaan istilah ‘keamanan negara’ juga berpotensi untuk menimbulkan wilayah abu-abu atau gray area dan overlapping (tumpang tindih) dengan tugas Polri,” ucap Anton, Kamis (11/5/2023).
Anton juga menyoroti usulan jabatan Wakil Panglima TNI dalam draf revisi UU TNI. Menurut dia, aturan tersebut justru menciptakan inefisiensi di tubuh TNI.
“Menciptakan inefisiensi pengelolaan institusi angkatan bersenjata,” kata Anton dalam keterangannya, Kamis (11/5/2023).
Baca juga: Wapres Minta Revisi UU TNI Tidak Cederai Semangat Reformasi
Sejauh ini, kata Anton, tidak ada justifikasi yang kuat mengenai urgensi keberadaan Wakil Panglima TNI.
“Selain telah dibantu oleh tiga kepala staf angkatan, kerja Panglima TNI juga ditopang Kepala Staf Umum (Kasum) TNI. Jika memang masih dirasa kurang, cukup dengan penambahan tugas yang harus diampu seorang Kasum TNI,” ujarnya.
Selain itu, menurut Anton, wacana perpanjangan masa dinas prajurit TNI juga tak efisien. Usulan tersebut justru berpotensi menambah jumlah perwira yang non-job di tubuh militer.