Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rencana Revisi UU Dikhawatirkan Membuat MK Jadi Partisan

Kompas.com - 17/02/2023, 18:01 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kesepakatan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) buat merevisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai kental dengan nuansa "tukar guling" di antara kepentingan penguasa dan legislatif.

"Yang lebih mengemuka adalah trade off, tukar menukar guling, tukar guling ya antara kepentingan presiden, DPR, dengan putusan-putusan MK," kata ahli hukum tata negara Denny Indrayana saat dihubungi Kompas.com, Jumat (17/2/2023).

Denny khawatir dengan upaya revisi keempat UU MK justru membuat kemerdekaan lembaga itu dan hakim konstitusi tergerus, serta semakin menjauh dari cita-cita negara hukum.

"Jadi yang ingin dipertahankan bukan kepentingan publik, bukan menciptakan negara hukum tapi menguasai Mahkamah Konstitusi dan menempatkan orang-orang yang sesuai dengan kepentingan kekuasaan presiden maupun DPR," ujar Denny.

Baca juga: DPR Usulkan Revisi UU MK, Buka Kemungkinan Evaluasi Hakim MK

"Ini akan makin membuat MK partisan, bahkan cenderung menjauh dari agenda publik seperti pemberantasan korupsi, penghormatan hak asasi manusia, pemilu yang jujur dan adil," lanjut Denny.

Menurut Denny, hal lain yang harus diwaspadai dari rencana revisi UU MK adalah dugaan buat menampung kepentingan politik penguasa.

"Yang paling membahayakan adalah makin memburuknya pondasi dasar free and fair election. Karena Mahkamah Konstitusi adalah memutus hasil akhir pemilu, maka kekuatan-kekuatan politik berlomba-lomba untuk menempatkan orang-orangnya yang bisa mereka kuasai di Mahkamah Konstitusi," papar Denny.

Sebelumnya diberitakan, pemerintah dan DPR sepakat untuk merevisi kembali UU MK. Dengan rencana ini, maka UU MK akan direvisi untuk yang keempat kalinya, setelah terakhir kali direvisi pada 2020 lalu.

Baca juga: Mahfud Sebut Usulan Revisi UU MK untuk Memperkuat Hakim

Adapun 4 poin yang menjadi fokus revisi UU MK adalah syarat batas usia minimal Hakim Konstitusi, evaluasi Hakim Konstitusi, unsur keanggotaan Majelis Kehormatan MK, dan penghapusan ketentuan peralihan mengenai masa jabatan ketua dan wakil ketua Mahkamah Konstitusi.

Menurut anggota Komisi III DPR Habiburokhman, terdapat sejumlah alasan yang mendasari upaya revisi UU MK.

Habiburokhman mengatakan, salah satu alasannya karena terdapat sejumlah aturan yang dibatalkan oleh MK seperti Putusan Nomor 96/PUU-XVII/2020 tentang uji materi aturan masa jabatan hakim konsititusi dalam UU MK, serta Putusan MK Nomor 56/PUU-XX/2022 tentang uji materi kekuasaan kehakiman yang diatur UU MK.

Menurut Habiburokhman ketentuan dalam UU MK yang ada saat ini sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kehidupan ketatanegaraan.

Baca juga: Hakim MK Semprot Pemohon karena Minta Dua Hakim Tak Dilibatkan Adili Pencopotan Aswanto

"Menyesuaikan dengan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan," ujar Habiburokhman.

Sedangkan menurut Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul, revisi UU MK dimaksudkan agar penegakan hukum benar-benar dilaksanakan oleh MK. Dia menyinggung soal tugas MK dalam mengawal konstitusi.

"Bagaimana menerjemahkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 clear. Karena sesungguhnya tugas terutama dan paling utama bagi MK adalah menyandingkan UU dengan UUD 1945," kata Bambang di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (15/2/2023).

Halaman:


Terkini Lainnya

Utarakan Idenya Bareng Maruarar Sirait, Bamsoet: Kami Siapkan Gagasan Rekonsiliasi Nasional Pertemukan Paslon 01, 02 dan 03

Utarakan Idenya Bareng Maruarar Sirait, Bamsoet: Kami Siapkan Gagasan Rekonsiliasi Nasional Pertemukan Paslon 01, 02 dan 03

Nasional
Bamsoet Goda Maruarar Sirait, Qodari, dan Anas Urbaningrum Masuk Golkar

Bamsoet Goda Maruarar Sirait, Qodari, dan Anas Urbaningrum Masuk Golkar

Nasional
Pemerintah Diminta Ambil Kendali Penetapan UKT PTN

Pemerintah Diminta Ambil Kendali Penetapan UKT PTN

Nasional
Indonesia Jadi Tuan Rumah Forum Air Dunia Ke-10 di Bali

Indonesia Jadi Tuan Rumah Forum Air Dunia Ke-10 di Bali

Nasional
Gantikan Yusril Jadi Ketum PBB, Fahri Bahcmid Fokus Jaring Kandidat Pilkada

Gantikan Yusril Jadi Ketum PBB, Fahri Bahcmid Fokus Jaring Kandidat Pilkada

Nasional
APEC 2024, Mendag Zulhas Sebut Indonesia-Korsel Sepakati Kerja Sama di Sektor Mobil Listrik dan IKN

APEC 2024, Mendag Zulhas Sebut Indonesia-Korsel Sepakati Kerja Sama di Sektor Mobil Listrik dan IKN

Nasional
Kebebasan Pers Vs RUU Penyiaran: Tantangan Demokrasi Indonesia

Kebebasan Pers Vs RUU Penyiaran: Tantangan Demokrasi Indonesia

Nasional
Tanggapi Keluhan Warga, Mensos Risma Gunakan Teknologi dalam Pencarian Air Bersih

Tanggapi Keluhan Warga, Mensos Risma Gunakan Teknologi dalam Pencarian Air Bersih

Nasional
Profil Fahri Bachmid Gantikan Yusril Ihza Mahendra Jadi Ketum PBB

Profil Fahri Bachmid Gantikan Yusril Ihza Mahendra Jadi Ketum PBB

Nasional
Ibu Negara Beli Batik dan Gelang di UMKM Mitra Binaan Pertamina

Ibu Negara Beli Batik dan Gelang di UMKM Mitra Binaan Pertamina

Nasional
GWK Jadi Lokasi Jamuan Makan Malam WWF Ke-10, Luhut: Sudah Siap Menyambut Para Tamu

GWK Jadi Lokasi Jamuan Makan Malam WWF Ke-10, Luhut: Sudah Siap Menyambut Para Tamu

Nasional
Hujan Kritik ke DPR dalam Sepekan karena Pembahasan 3 Aturan: RUU MK, Penyiaran, dan Kementerian

Hujan Kritik ke DPR dalam Sepekan karena Pembahasan 3 Aturan: RUU MK, Penyiaran, dan Kementerian

Nasional
Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

Nasional
PDI-P Dianggap Tak Solid, Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

PDI-P Dianggap Tak Solid, Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

Nasional
Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com