JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menilai, tak masalah jika reshuffle atau perombakan kabinet hanya didasarkan pada alasan politik semata.
Menurut dia, sah-sah saja seandainya Presiden Joko Widodo hendak mencopot menteri Partai Nasdem dari Kabinet Indonesia Maju karena partai besutan Surya Paloh itu bermanuver untuk kepentingan Pemilu 2024.
"Engggak apa-apa, alasan politik itu sah-sah saja. Dan memang salah satu variabel yang menjadi sulit buat seorang menteri, misalnya parpolnya sudah memiliki pandangan yang berbeda dengan presiden sekarang," kata Yunarto kepada Kompas.com, Kamis (5/1/2023).
Baca juga: Soal Desakan Reshuffle Menteri Nasdem, Johnny G Plate: Banyak Politisi Merasa Jadi Presiden
Yunarto mengatakan, reshuffle kabinet sepenuhnya hak preorgatif presiden. Oleh karenanya, Jokowi punya wewenang untuk mencopot siapa pun pembantunya di kabinet, termasuk karena alasan politik yang tak lagi sejalan.
Kendati demikian, menurut dia, alangkah baiknya jika reshuffle tidak hanya didasarkan karena alasan politis, tetapi juga kinerja.
Seyogianya, reshuffle dijadikan momen untuk presiden mengevaluasi kinerja menteri-menteri yang dinilai buruk, terlepas dari apa pun partai politiknya.
"Bukan hanya sekedar me-reshuffle menteri dari parpol yang misalnya bersikap beda, tapi menteri-menteri yang memang buruk juga saatnya di-reshuffle. Jangan sampai ada menteri parpol lain yang hanya karena parpolnya loyal tapi kerjanya buruk lantas dipertahankan," ujarnya.
Baca juga: Gaduh soal Reshuffle, PDI-P Terus Sudutkan Nasdem, Jokowi Bilang Tunggu Saja
Bersamaan dengan itu, kata Yunarto, parpol yang mengkritisi kinerja menteri Jokowi hendaknya tak cuma lantang bicara karena perbedaan politik saja, tetapi juga disertai dengan data dan bukti.
Misalnya, dalam hal Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat mengkritisi kinerja Menteri Pertanian (Mentan) serta Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH), seharusnya, anggota Fraksi PDI-P di Komisi IV mampu menyajikan data konkrit soal kinerja menteri bidang tersebut.
Dengan demikian, reshuffle tak hanya didasarkan karena alasan politik saja, tetapi juga perbaikan kualitas kabinet.
"Sehingga kemudian tidak ada tuduhan dari sebagian pihak bahwa ini didasarkan hanya pada perbedaan politik atau keinginan dari partai tersebut untuk mendapatkan jatah lebih di kabinet," kata Yunarto.
Di sisi lain, lanjut Yunarto, ada baiknya Nasdem juga mempertimbangkan ulang posisinya di kabinet kini.
Ini bukan perkara Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) 2024, tetapi lebih karena partai restorasi itu berencana membentuk koalisi dengan dua partai oposisi, Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Yunarto menilai, sulit bagi Nasdem untuk tetap berada di barisan partai pendukung pemerintahan Jokowi, sementara mereka juga aktif membangun rencana kerja sama dengan partai oposisi.
Logikanya, jika Nasdem berniat membentuk koalisi dengan oposisi, Surya Paloh dan jajarannya punya pandangan yang berbeda soal pemerintahan kini. Apalagi, Nasdem, Demokrat, dan PKS menyematkan nama Koalisi Perubahan buat kongsi mereka.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.